Thursday, June 04, 2009

Tokoh - Androlog Pertama Indonesia F.X. Arif Adimoelya, Presiden Elect AOFS

Serukan Riset Ulang Jamu, Delegasi Tiongkok Menggugat

Dalam kongres Asia-Oceanian Federation of Sexology (AOFS) di Beijing, Tiongkok, 16-19 Oktober lalu, Prof Dr F.X. Arif Adimoelya MSc SpAnd FSS (Be) terpilih sebagai Presiden Elect masa bakti 2008-2010. Tugasnya, menyiapkan kongres organisasi itu dua tahun mendatang di Bali.


BERAGAM cenderamata dari luar negeri tertata rapi di salah satu sudut ruangan Klinik Eterna Medica. Ada plakat penghargaan dari sebuah universitas di Singapura, ada relief kuda dari Shanghai, dan sekumpulan benda-benda lain. Alunan musik kontemporer Bali mengalun lembut dari komputer personal.

Ruangan hijau mungil itu adalah kamar kerja Arif Adimoelya di kliniknya sebagai spesialis andrologi. Menapaki usia 75 tahun, Arif masih cukup gesit. Kulitnya tak banyak keriput, suaranya mantap.

Pakar kesuburan dan seks pada pria itu juga masih kuat menempuh perjalanan jauh. Pada 16-20 Oktober lalu, dia ke Tiongkok memenuhi dua undangan sekaligus. Mengikuti kongres ke-10 AOFS di Beijing dan memberikan presentasi pada pertemuan ke-3 Great Wall International Andrology Forum (GIAF) di Guilin.

Pada pertemuan di Guilin tersebut, dia menjadi invited plenary speaker bersama tujuh orang lain dari beberapa negara Asia serta Australia. ''Saya minta pada panitia agar tidak menjadwalkan presentasi saya bebarengan,'' katanya ketika ditemui Senin lalu.

Karena itu, dia harus bolak-balik Beijing-Guilin. Meski demikian, Arif mendapat predikat penyampai presentasi terbaik dan menarik dalam dua acara tersebut. Dalam kongres yang berakhir 19 Oktober tersebut, dia menayangkan tiga slide show dalam tiga kali pertemuan.

Yakni, tentang kelayakan Bali sebagai tempat kongres AOFS mendatang, tentang pengaruh kegemukan (obesitas) terhadap disfungsi ereksi, serta khasiat dan risiko jamu.

Hasilnya, antara lain, kongres memutuskan Bali sebagai tempat penyelenggaraan kongres pada 2010. Sejak itu sampai pelaksanaan kongres nanti, Arif menjabat Presiden Elect AOFS menggantikan Prof Hu Peicheng dari Tiongkok yang kini menjadi presiden umum AOFS. Dia bertugas menyiapkan pelaksanaan kongres tersebut.

Dalam PowerPoint-nya, Bali ditampilkan dengan menarik. Banyak gambar yang menunjukkan kekayaan alam dan kekayaan budaya Pulau Dewata itu. Mulai tari kecak, barong, hingga legong. ''Saya jelaskan bahwa tari kecak dan legong akan menambah vitalitas seksual,'' katanya.

Arif melengkapi slide-nya dengan data dari lembaga Travel and Leisure (2007). Disebutkan bahwa Bali merupakan pulau nomor satu untuk urusan kelengkapan properti wisata serta kenyamanan liburan selama tujuh tahun berturut-turut. Mulai 2000 hingga 2007.

Bali jauh di atas tempat-tempat tersohor semacam Maui dan Kauai di Hawaii hingga Galapagos, Ekuador. Sebuah hotel di Sanur direncanakan menjadi tempat penyelenggaraan kongres selama lima hari. ''Apalagi, saya menawarkan tempat tidak hanya bagi peserta kongres, tapi juga untuk anggota keluarga. Jadi, sekalian berlibur. Semua orang senang,'' paparnya lantas tertawa.

Pada sesi lain, Arif memaparkan tentang Testosterone Deficience Syndrome (TDS) secara akademik dan populer. Dia menyampaikan, ada hubungan yang sangat erat antara kegemukan, hipertensi, dan diabetes melitus dengan penurunan performa seksual.

Artinya, disfungsi ereksi bisa juga diakibatkan oleh metabolisme tubuh yang buruk. Karena itu, perlu ada langkah-langkah radikal dalam perubahan gaya hidup, terutama soal makanan dan gerak tubuh. Semua peserta sepakat dengan Arif, tidak ada interupsi.

Gugatan dan pertanyaan mulai menyeruak ketika guru besar FK Universitas Hang Tuah tersebut menjelaskan tentang jamu sebagai salah satu obat pembangkit gairah (aphrodisiac). Ketika Arif menyerukan agar penelitian mengenai khasiat dan kegunaan obat-obatan tradisional diperketat lagi -kalau bisa diriset ulang-, banyak peserta yang tidak setuju.

Delegasi dari Tiongkok mengacungkan tangan. ''Mungkin dia merasa, dalam soal obat tumbuhan, Indonesia kalah jauh oleh negerinya,'' kata Arif tersenyum.

Menurut peserta itu, lanjut dia, keampuhan khasiat ginseng, jamur genoderma atau tribulus, tidak usah dipertanyakan lagi. Sejak nenek moyang, keampuhan obat tradisional sudah terbukti. Itu telah menjadi kepercayaan turun-menurun. ''Saya balik tanya, tapi Anda tidak melihat kan kalau citra obat tradisional China sangat buruk di banyak negara?'' tutur Arif.

Profesor yang masih aktif di RSAL Dr Ramelan itu lantas memaparkan fakta bahwa sekarang banyak jamu dibuat dengan bahan yang tidak jelas asal-muasalnya. Misalnya, ginseng. Bagian manakah yang harus digunakan sebagai bahan jamu? Akar, daun, batang, atau buah?

Belum lagi kalau berbicara jenis ginseng. Manakah yang lebih berkasiat, panax, goat's rue, ataukah comfrey? Atau juga di mana tempat terbaik ginseng ditanam, di Korea, Tiongkok, atau Indonesia? ''Jangan asal ginseng dimasukkan gitu saja,'' tegasnya.

Banyaknya jamu yang tidak jelas di Indonesia membuat Arif sangat prihatin. Jamu tidak lagi alami, tapi sudah dicampur obat-obatan kimia dan beredar luas di pasaran. ''Yang lebih parah, banyak pedagang asongan, terutama di Jakarta, menjual dengan bebas obat yang wajib memakai resep dokter, seperti Viagra,'' urainya. ''Tapi, kenapa pemerintah diam saja dengan fakta ini?'' ujarnya.

Di Guilin, Arif memaparkan dua hal. Tentang sejarah dan perkembangan andrologi di Indonesia serta mengenai kesehatan seksual dan penuaan. Presentasinya dinilai paling menarik. ''Mungkin karena andrologi Indonesia sekarang sedang pesat-pesatnya,'' katanya merendah.

Dalam bidang andrologi, Arif layak disebut sebagai pelaku sejarah. Dia menjalani perjuangan panjang untuk mempertahankan eksistensi ilmu itu. Setelah lulus dari FK Unair, dia mendapat beasiswa ke Family and Sexological Sciences, Institute of Sexology, St Rafael Academic Hospital, Louvain, Belgia.

Pulang dari sana pada 1974, Arif menjadi orang pertama yang membawa andrologi ke Indonesia. ''Awalnya saya ditolak di mana-mana. Juga dihina. IDI (Ikatan Dokter Indonesia) hampir mengeluarkan saya karena memang andrologi tidak ada spesialisasinya,'' kenangnya.

Namun, Arif pantang menyerah. Bagi dia, tantangan itu tidak ada apa-apanya dibanding pahit getir yang sering mampir dalam hidupnya. Semasa SMA misalnya, karena tidak punya uang, dia nekat jadi tukang tambal ban.

Demikian juga waktu kuliah. Agar studinya di FK Unair bisa terus berlangsung, dia nyambi sebagai guru biologi di SMA Santa Maria dan Petra serta menjadi asisten dosen di kampusnya. Dia juga menulis di majalah Star Weekly. ''Tujuannya, ya ingin punya uang,'' kata pria kelahiran Wonosobo, 10 Oktober 1933, itu.

Bahkan, ketika banyak teman seangkatannya bisa beli mobil dari sisa beasiswa kuliah di Belgia, Arif memilih menabung agar bisa membawa keluarganya ke Eropa. ''Maklum, mahasiswa miskin,'' ungkapnya lalu tertawa.

Bapak dua anak itu mengaku, salah satu hal yang menguatkan dirinya adalah ketika menyaksikan presiden pertama Indonesia, Soekarno, berpidato di Magelang pada 1945.

Ketika itu Arif masih 12 tahun. Selesai berorasi, Soekarno turun panggung dan spontan menyapanya dalam bahasa Belanda. ''Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit. Kalau tidak tergantung di sana, cita-citamu itu terlampau rendah,'' kata Arif menirukan ucapan Bung Karno. ''Tubuh saya tergetar mendengar ucapan Bung Karno itu,'' lanjutnya.

Foto kenang-kenangan Arif cilik bertubuh kurus yang canggung bersama rombongan Bung Karno terbingkai manis di tembok sudut ruangan praktiknya di Klinik Eterna Medika.

Selain disiplin ilmu, halangan lainnya adalah persepsi orang Indonesia yang menganggap seks sebagai hal tabu dan maksiat. Padahal, seks tidak hanya berkaitan dengan budaya, namun juga berhubungan erat dengan kesehatan.

Kini, persoalan kesehatan reproduksi sudah diperbincangkan secara luas. Untuk membuat andrologi diterima seperti sekarang, meski dokternya masih sedikit, Arif banyak berbicara di berbagai forum dunia.

Salah satunya, kongres internasional pertama Comite Internationale de Andrologia (CIDA) pada 1979 di Barcelona, Spanyol. Pertemuan tersebut diikuti 350 peserta dari 43 negara di lima benua. Di situlah andrologi diakui sebagai disiplin ilmu. Padahal, istilah andrologi ada sejak 1891.

Di dalam negeri, kakek lima cucu itu bekerja sama dengan beberapa organisasi. Di antaranya, Persatuan Andrologi Indonesia (Pandi), Persatuan Spesialis Andrologi Indonesia (Persandi), dan Androlog Seluruh Indonesia (ASI).

Ada yang menentang, ada pula yang mendukung Arif dalam pengembangan ilmu lama tapi baru itu. Dukungan, antara lain, berasal dari Omer Steeno, gurunya di Belgia, sejawatnya di FK Unair Harjono Soedigdomarto, mantan Kepala BKKBN Hayono Suyono, dan masih ada lagi.

Kerja keras Arif perlahan membuahkan hasil. Contoh paling mudah, jika dulu orang hanya mengenal impotensi sebagai gangguan seksual pada pria, kini istilah ereksi, orgasme, atau ejakulasi sudah menjadi kata sehari-hari. (cfu)

Source : JawaPos.Co.Id

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter