Pada awal bulan ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka
Pangestu mengatakan, seiring penetrasi musik Korea (atau lebih dikenal
dengan sebutan K-pop), sudah saatnya industri musik Indonesia untuk
menciptakan I-pop.
Sekilas, ide itu tampak sangat menarik. Tapi, apakah saat ini musik Indonesia dan penggemarnya membutuhkan (istilah) I-pop?
K-pop
memang menarik dan menggiurkan. Khususnya, dari sisi bisnis. Lihat saja
antusiasme para penggemar setiap kali ada salah satu bintang K-pop
manggung di Indonesia, misalnya. Mereka rela mengantre sejak tengah
malam untuk membeli tiket masuk (yang terbilang tidak murah), menyambut
di bandara (meskipun belum tentu bertemu langsung), histeris saat
konser, hingga memborong pernak-pernik bergambar sang idola.
Itu
baru di Indonesia, belum termasuk negara-negara lain. Para penggemar
K-pop jelas merupakan pangsa pasar yang sangat potensial.
Demam
K-pop pun menjalar ke seluruh dunia. Situs berita musik Billboard sampai
punya tangga lagu khusus K-pop. YouTube, layanan video milik Google,
punya kanal khusus berisi video musik dari para artis K-pop. Bahkan kabarnya pada bulan Mei ini Google akan menggelar konser sederet bintang K-pop di kantor pusatnya di California.
Indonesia
boleh saja terinspirasi dari kejayaan K-pop, tapi rasanya kita tidak
perlu sampai ikut-ikutan membuat istilah serupa jika tujuannya untuk
menyaingi sekaligus membendung pengaruh K-pop terhadap keberadaan musik
Indonesia.
Apalagi musik Indonesia sangat beragam jenisnya.
Tidak terbatas pada musik pop saja, tapi juga berbagai jenis musik lain
seperti rock, jazz, keroncong, dangdut, dan lain-lain.
Secara
kualitas, sudah banyak lagu-lagu Indonesia yang layak dibanggakan.
Masing-masing jenis musik Indonesia pun telah mempunyai sejumlah bintang
yang terkenal hingga ke berbagai negara lain. Begitu juga dengan para
penggemar dan antusiasme mereka — tidak kalah dengan para penggemar
K-pop.
Sekadar menyebut beberapa nama, tengok saja antusiasme
para penggemar Iwan Fals dan Slank di Tanah Air. Demikian pula dengan
penggemar dari /rif, Padi, Kla Project, dan banyak nama lain.
Ketimbang
harus memulai dari awal lagi untuk sebuah proyek bernama I-pop,
sebenarnya ada cara lain yang cenderung lebih mudah dan bisa segera
dilakukan oleh pihak terkait. Yaitu, lebih mengintensifkan kegiatan
promosi. Misalnya, menghadirkan musik indonesia lewat berbagai media,
terutama yang mencakup lintas negara.
Salah satunya adalah
dengan mengusahakan ketersediaan menu Musik Indonesia pada layanan
hiburan semasa terbang (in-flight entertainment) dalam semua rute
penerbangan internasional, terutama yang mempunyai rute dari dan ke
Indonesia.
Jangan lupa juga untuk memastikan semua lagu Indonesia yang tersedia dalam layanan itu benar-benar tercantum di bawah label Indonesia, bukan negara lain.
Menurut Anda bagaimana? Apakah kita butuh istilah I-pop?
Source : Yahoo! Indonesia
No comments:
Post a Comment