Kondisi
diindonesia saat ini telah dilalui oleh Negara jepang beberapa tahun
yang lalu. Kondisi dimana terjadi metamorphosis genetika oleh pasar
modern besar yang memecah kecil-kecil perusahaan nya menjadi kecil.
Misalnya salah satu pasar swalayan (pasar modern) ALFA yang sekarang
membelah diri menjadi ALFA midi, ALFA ekspres dan alfa dengan jeni-jenis
yang lain. Kondisi ini sedikit banyak meresahkan para pemilik kios,
lapak, atau media jualan lainnya dipasar tradisional. Sekarang
masyarakat lebih cenderung memilih didalam ruangan yang ber-AC dengan
segala macam kenyamanan yang diberikan oleh karyawan-karyawan di pasar
modern itu.
Jika
salah satu keluarga kita tidak merupakan salah satu sosok yang bekerja
didalam pasar tradisional tersebut mungkin kita akan sulit merasakan
kesulitan mereka dalam bersaing dengan pasar modern belakangan ini. Ada
yang berpandangan bahwa pemilik pasar modern mereka tidak salah, karena
mereka pada dasarnya seorang pebisnis itu memiliki tujuan untuk
mendapatkan profit dan pemerintah disini juga tidak salah karena jika
dia mengijinkan tumbuhnya pasar modern dengan menjamur begini maka
pemerintah akan mendapatkan pajak yang tinggi, jika pajak yang tinggi
maka pemerintah akan mendapatkan penghargaan atas tingginya pajak yang
diraih. Pandangan inilah yang tidak memperhatikan para penjual dipasar
tradisional, mereka seakan sengaja dikucilkan atau tersisihkan oleh
kerasnya hidup jaman sekarang. Mungkin yang berpandangan seperti ini
lupa bahwa pertumbuhan ekonomi diindonesia itu ditopang dari usaha mikro
menengah.
Benar,
dimana peran serta pemerintah untuk pro kepada rakyat kecil para (para
pemilik lapak dipasar tradisional), mereka seakan tidak seimbang dengan
pasar modern untuk bersaing dimasyarakat. Disinilah ketimpangan sosial
terlahir dan dilahirkan oleh pemerintah itu sendiri. Mereka lebih
memilih untuk menghidupkan para pemilik pasar swalayan dengan melupakan
para pemilik lapak. Melupakan? Yaa.. tentang masalah akses atau jalan
yang menjadi kendala, masalah kebersihan, keamanan, kenyamanan juga maih
jauh dari harapan, sehingga dengan begitu muncul kekhawatiran konsumen
akan meninggalkan pasar tradisional. Banyak bentuk kepedulian pemerintah
yang belum menyentuh kepasar tradisional. Jika, ada perhatian dan
sentuhan tangan dari pemerintah tersebut, mungkin masyarakat akan lebih
memilih untuk berkunjung pasar tradisional.
Namun,
janganlah sampai menunggu uluran tangan pemerintah untuk berkunjung
kepasar tradisional. Mari kita bersama berkunjung kepasar tradisional
karena jika bukan kita yang bantu menghidupi mereka, siapa lagi?