Museum Geologi di Bandung |
Namun demikian, bagi sebagian masyarakat citra museum masih identik dengan bangunan berdebu dan suram. Meski menyadari pentingnya museum, banyak yang menganggap museum sesuatu yang membosankan.
Salah satu yang bisa dimanfaatkan untuk mengubah museum adalah konsep-konsep dari sebuah game. Hal itu yang menjadi salah satu topik pembahasan di event Gamechanics Course yang digelar di Institut Teknologi Bandung.
Fun Digital Museum
Penerapan konsep game dan multimedia kepada museum dilakukan dalam rancangan tesis dari salah satu kelompok mahasiswa Program Magister Teknik Elektro, Teknologi Media Digital & Game (TMDG) di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB.
Dalam konsep itu, mereka berusaha mengubah salah satu sayap di Museum Geologi, Bandung. Perubahan itu dilakukan dengan menambahkan beberapa elemen pada susunan yang sudah ada.
Misalnya, dikembangkan sebuah kartu anggota dengan teknologi RFID. Ini memungkinkan pengunjung check in ke museum sambil posting ke jejaring sosial.
Hal lainnya, ada konsep sliding windows pada benda yang dipamerkan. Misalnya pada replika dinosaurus yang jadi primadona utama museum itu.
Konsep ini akan menambahkan sebuah layar transparan di antara pengunjung dan tulang dinosaurus itu. Layar ini akan bergeser sesuai gerakan pengunjung, di layar ditampilkan informasi dan grafis penting terkait.
Kemudian, di bagian lainnya, mereka merancang permainan interaktif digital yang mengajak pengunjung untuk menjadi manusia purba ataupun menyelamatkan dinosaurus. Interaksinya seperti menggunakan Kinect di Xbox 360.
Dalam Gamechanics Course yang digelar di ITB, apa yang dikemukakan di atas memang baru sebatas konsep dan prototipe sederhana. Namun tim tersebut merencanakan konsepnya bisa diterapkan dalam waktu satu tahun ke depan.
Di acara tersebut, turut berbagi adalah Game Designer Bullitt Sesariza dari Logika Interaktif. Pria yang pernah terlibat di pengembangan beberapa judul game Need for Speed (Electronic Arts) ini menyampaikan beberapa masukannya soal konsep yang ditampilkan.
Selain itu, Bullitt juga sempat menunjukkan apa yang pernah dilakukannya dalam kolaborasi bertajuk Mystery of Batavia.
Bullit bercerita, di salah satu ruangan tertutup di Museum Fatahillah, terdapat mural (lukisan dinding) yang terbilang langka di Indonesia. Mural itu adalah karya S. Harijadi, pelukis ternama, yang membuatnya untuk pembukaan Museum Fatahillah di 1975. Sayangnya, karya yang menggambarkan masyarakat dan kehidupan di Batavia itu tertutup sejak 1976.
Nah, Mystery of Batavia merupakan sebuah kolaborasi interaktif yang menghidupkan kembali karya itu. Melalui video mapping dan penampilan aktor dari Teater Koma, lukisan itu bergerak dan bercerita.
Dinding ruangan pun bisa berubah menampilkan adegan penting seperti penyebaran wabah penyakit, banjir besar hingga kekerasan (yang digambarkan dengan membuat seakan-akan darah mengalir di seluruh dinding).
(Lihat video "Di Balik Layar Mystery of Batavia" pada bagian bawah artikel ini)
Museum Menjadi Seksi
Bukan sekadar pertunjukkan, apa yang dilakukan Mystery of Batavia adalah mengundang interaksi pengunjung. Mereka bahkan terlibat dalam pencarian sebuah artefak yang hilang dengan menggunakan semacam senter yang diarahkan ke dinding.
Ribuan pengunjung, kata Bullitt, menikmati kegiatan Mystery of Batavia. "Mereka sampai mengantre untuk masuk museum, bukankah ini pemandangan yang jarang (di Indonesia) ?" kata Bullitt.
Para pengunjung juga mengoleksi tiket yang diberikan pada mereka saat mengikuti kegiatan itu. Tiket itu memiliki gambar yang berbeda-beda sehingga muncul efek collectible.
"Ada beberapa pengunjung yang mau mengantre ulang dan menonton lagi untuk mendapatkan tiket yang berbeda. Lalu kalau sudah lengkap, dipamerkan di social media," ujar Bullit.
Mystery of Batavia juga dilengkapi dengan game online dan komik digital yang melanjutkan dan memperluas semesta kegiatan itu lebih dari sekadar pameran di museum.
Sayangnya, Mystery of Batavia tidak menjadi bagian permanen dari Museum Fatahillah.
Eko Nugroho, CEO Kummara, menjelaskan soal Game Design dalam acara Gamechanics Course di Kampus Institut Teknologi Bandung, Selasa (27/11/2012). |
Gamification
Apa yang dilakukan Bullitt dkk dalam Mystery of Batavia merupakan salah satu contoh penerapan unsur game ke bidang lain, dalam hal ini pendidikan sejarah.
"Game, bisa digunakan untuk mendapatkan kesenangan. Tapi juga bisa dipakai untuk menyampaikan informasi dan memberi motivasi," tutur Eko Nugroho, CEO Kummara, dalam Gamechanics Course.
Melalui apa yang kerap disebut sebagai Gamification, tutur Eko, unsur-unsur permainan diterapkan untuk memotivasi tugas tertentu. Penerapannya cukup luas, mulai dari kesehatan, pendidikan hingga militer.
Nah, mengenai penerapannya di museum, gamification tidak bisa dilepaskan dari esensi yang ada di sebuah museum. Hal ini, tuturnya, adalah kisah yang tersirat di belakangnya.
Setiap museum, ujarnya, memiliki unsur cerita. Jika dimanfaatkan dengan tepat, unsur cerita ini bisa dibangun dan menjadi motivasi pengunjung dalam menyerap informasi dan edukasi dari museum tersebut.
Dari unsur cerita ini juga, sebuah konsep game bisa dilahirkan dan diterapkan ke museum. Penerapannya pun bisa sederhana dan tidak harus berbiaya besar.
Event Gamechanics Course diharapkan bisa memberikan masukan pada mahasiswa TMDG yang sedang mengerjakan tesis tersebut. Dari sana, mereka diharapkan bisa memperkaya dan mempertajam konsepnya.
Jika berhasil, bukan tidak mungkin konsep yang dihasilkan nantinya terwujud dalam sebuah penerapan sesungguhnya. Bukan hanya di Museum Geologi, Bandung, tapi juga di museum lainnya.
* Video berikut ini menampilkan sekilas di balik pembuatan Mystery of Batavia
Source : Kompas Tekno