Ketika
mereka semua membahas tentang dirinya mereka yang galau, kok mereka
merasa senang yaa? Mereka merasa dirinya gaul, lebih gaul dari pada
teman-temannya yang ndak galau. Secara tidak langsung mereka mengatakan
“yang galau, yang gaul“. Jika iya,
berarti Galau sama saja seperti rokok, yang merokok, yang gaul
(standarisasi pergaulan). Yang memiliki BlackBerry, yang gaul. Sama
seperti itu bukan?
Inikah
cerminan anak muda saat ini. Ketika dia sedang terjebak dalam masalah,
mereka malah menyukainya. Entahlah jika mereka berfikir bahwa “galau
adalah proses pendewasaan diri”, nah yang parahnya itu kalau mereka
berfikir kalau “Saya galau, saya galau, saya galau” tanpa ada proses
penyeleseian. Aneh bukan.
Jika
mereka berfikir “galau adalah proses pendewasaan diri”, itu adalah fase
dimana seseorang mengambil hikmah dari datangnya sebuah masalah. Dia
mempelajari kalau kedepannya hal yang harus dilakukan dan dihindari
adalah begini dan begitu. Proses
pembelajaran diri dan mengevaluasinya kembali. Lebih bijak meskipun
standar bijak disini berbeda, tapi ketika mereka tidak terjebak pada
kegalauan dengan tema yang sama kedepannya, pada saat itulah mereka
layak diberikan predikat bijak dalam menghadapi kegalauan sebelumnya.
Namun
Jika berfikir kalau “Saya galau, saya galau, saya galau”, itu adalah
fase dimana kau telah jatuh terlalu dalam pada kegalauanmu sendiri tanpa
adanya proses penyeleseian, entahlah jika mereka menikmati masa-masa
galau tersebut. Pada fase ini seperti memamerkan diri kalo dirinya
sedang galau, apa tujuannya? Pamer? Semoga tidak. Semoga tujuannya
memamerkan bahwa dirinya galau itu untuk mencari orang untuk membantu
menyeleseikan masa kegalauannya dengan cepat. Yaa... Semoga.
Sekarang,
keluarlah segera dari labirin galau itu. Teriaklah minta tolong dengan
orang-orang terdekatmu untuk menolong.Temukan arti galaumu dan Move On
lah..Move On lah.. Move On lah meskipun itu sulit.
No comments:
Post a Comment