
Konsep dimana bergantung terhadap sumber informasi eksternal tidaklah baru di abad komputer seperti sekarang. Di lingkungan suatu grup, orang-orang mengembangkan apa yang disebut transactive memory, yang mana sejumlah informasi ada dalam satu grup (salah satu pembuat paper adalah Daniel Wegner, psikolog Harvard yang mengajukan konsep tersebut pada 1985). Anggap ada sekumpulan ahli berbagai bidang yang bekerja sebagai tim, saat anda butuh informasi yang tidak anda tahu, apa yang anda lakukan? Tentunya pergi saja ke orang yang mengetahuinya.
Dikutip dari Ars Technica, penulis paper berpendapat bahwa kemudahan akses terhadap informasi melalui internet adalah salah satu bentuk transactive memory. Namun ternyata, akses semacam ini bisa membawa masalah terhadap memori kita.
Pada eksperimen pertama, penulis menanyakan pada partisipan pertanyaan mudah dan sulit, dan menguji waktu respon mereka ke kalimat berwarna ataupun non-berwarna yang berkaitan dengan komputer. Pengujiannya adalah, cetak suatu kata/kalimat berwarna di kertas, jika kata/kalimat itu menarik, subjek eksperimen memerlukan waktu lebih lama mengingat nama warnanya. Penguji menemukan, saat orang diberikan pertanyaan yang makin sulit, orang cenderung memikirkan komputer untuk membutuhkan informasi.
Eksperiman kedua menguji apakah orang mengingat informasi yang mana mereka kira bisa mereka dapatkan dengan mudah nanti. Subjek partisipan diminta mengingat pertanyaan di atas dan mengetiknya di komputer; setengah partisipan diberitahu informasinya akan disimpan di komputer. Orang yang tidak percaya mereka akan butuh informasi itu nanti (karena sudah tersimpan di komputer) kurang dapat mengingat dibanding mereka pikir mereka bisa mengingatnya. Sederhananya, kita mungkin secara tidak sadar kurang berusaha dalam mengingat sesuatu apabila sesuatu itu bisa kita cari nantinya.
Eksperimen ketiga menguji apakah partisipan mengingat lokasi dimana informasi bisa ditemukan. Dengan pertanyaan sebelumnya, subjek diminta mengetik sesuatu menarik di komputer, lalu diberi pilihan apakah mau menghapusnya, menyimpannya di tempat umum atau tempat khusus. Nantinya partisipan diminta mengingat isi dari yang diketik tersebut, apakah mereka sudah menyimpannya, dan kalau sudah, dimana? Menurut paper, orang cenderung lebih baik mengingat saat mereka percaya bahwa sesuatu itu akan dihapus dari komputer. Dan mereka lebih baik dalam mengingat apakah sudah disimpan atau dihapus, meski kurang ingat disimpan dimana.
Eksperimen keempat dan terakhir menguji apakah orang mengingat dimana menemukan informasi daripada isi informasi itu sendiri. Mirip dengan eksperimen ketiga, partisipan diberi pertanyaan dan diberitahu dimana informasi itu akan disimpan, lalu diuji dengan ditanyakan apa isi informasi tersebut dan lokasi disimpannya. Secara keseluruhan orang mengingat lokasinya daripada isi informasinya dan malahan jika ingat isi informasinya, lokasinya yang dilupakan.
Hasil dari semua eksperimen menunjukkan bahwa orang mengharapkan informasi yang terkomputerisasi yang terus tersedia (bisa dicari di internet) dan semakin malas mengingat saat mereka tahu mereka bisa mengaksesnya nanti. Kita juga lebih bisa mengingat dimana mencari informasi dibanding isi informasi itu sendiri.
Memori manusia kelihatanya beradaptasi dengan teknologi, baik itu untuk hal baik atau buruk. Beberapa pakar berpendapat bahwa perubahan yang disebabkan akses cepat terhadap informasi itu merusak dan mirip dengan kecanduan, namun hasil yang lain menunjukkan pencarian informasi secara aktif yang online memperkuat beberapa bagian di otak. Beberapa orang tidak menganggap transactive memory semacam ini merusak, malah menguntungkan. Muncul pertanyaan, dengan jumlah informasi yang sangat banyak yang tersedia d internet, mungkinkah ini cara lain menggunakan kapasitas otak kita?
No comments:
Post a Comment