Pertanyaan :
Dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE ada salah satu
unsur yaitu menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, apakah bohong dan
menyesatkan adalah hal yang sama dan apakah jika menyesatkan sudah
pasti bohong? Apakah ada contoh kasus yang didakwakan dengan pasal
tersebut? Mohon contohnya, terima kasih.
Jawaban :
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Adi Condro Bawono, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 04 Januari 2012.
Intisari :
Kata
“bohong” dan “menyesatkan” adalah dua hal yang berbeda. Dalam frasa
“menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah perbuatannya, sedangkan
dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah akibat dari perbuatan ini
yang membuat orang berpandangan salah/keliru. Selain itu, untuk
membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, maka semua unsur dari pasal tersebut haruslah terpenuhi.
Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jerat Pidana Bagi Penyebar Berita Bohong
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) menyatakan:
Setiap
orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik.
Perbuatan
yang diatur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan salah satu
perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. UU ITE tidak menjelaskan apa yang
dimaksud dengan “berita bohong dan menyesatkan”.
Terkait
dengan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menggunakan frasa
“menyebarkan berita bohong”, sebenarnya terdapat ketentuan serupa dalam Pasal 390 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
walaupun dengan rumusan yang sedikit berbeda yaitu digunakannya frasa
“menyiarkan kabar bohong”. Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.
Menurut R.Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal
(hal. 269), terdakwa hanya dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP, apabila
ternyata bahwa kabar yang disiarkan itu adalah kabar bohong. Yang
dipandang sebagai kabar bohong, tidak saja memberitahukan suatu kabar
yang kosong, akan tetapi juga menceritakan secara tidak betul tentang
suatu kejadian. Menurut hemat kami, penjelasan ini berlaku juga bagi
Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Suatu berita yang menceritakan secara tidak
betul tentang suatu kejadian adalah termasuk juga berita bohong.
Menurut
hemat kami, kata “bohong” dan “menyesatkan” adalah dua hal yang
berbeda. Dalam frasa “menyebarkan berita bohong” yang diatur adalah
perbuatannya, sedangkan dalam kata “menyesatkan” yang diatur adalah
akibat dari perbuatan ini yang membuat orang berpandangan salah/keliru.
Selain itu, untuk membuktikan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal
28 ayat (1) UU ITE maka semua unsur dari pasal tersebut haruslah
terpenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu:
-
Setiap orang.
-
dengan sengaja dan tanpa hak. Terkait unsur ini, dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M. dalam artikel Danrivanto Budhijanto, "UU ITE Produk Hukum Monumental" diunduh dari www.unpad.ac.id) menyatakan antara lain bahwa perlu dicermati (unsur, ed) ’perbuatan dengan sengaja’ itu, apakah memang terkandung niat jahat dalam perbuatan itu. Periksa juga apakah perbuatan itu dilakukan tanpa hak? Menurutnya, kalau pers yang melakukannya tentu mereka punya hak. Namun, bila ada sengketa dengan pers, UU Pers (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, ed) yang jadi acuannya.
-
Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan.
Karena
rumusan unsur menggunakan kata “dan”, artinya kedua unsurnya harus
terpenuhi untuk pemidanaan, yaitu menyebarkan berita bohong (tidak
sesuai dengan hal/keadaan yang sebenarnya) dan menyesatkan (menyebabkan
seseorang berpandangan pemikiran salah/keliru).[1]
Apabila berita bohong tersebut tidak menyebabkan seseorang berpandangan
salah, maka menurut hemat kami tidak dapat dilakukan pemidanaan.
-
Yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Unsur yang terakhir ini mensyaratkan berita bohong dan menyesatkan tersebut harus mengakibatkan suatu kerugian konsumen. Artinya, tidak dapat dilakukan pemidanaan, apabila tidak terjadi kerugian konsumen di dalam transaksi elektronik.
Orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu:
Setiap
Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 1 miliar.
Contoh Kasus
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 36/Pid.Sus/2018/PT.DKI,
putusan tersebut menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 1116/Pid.Sus/2017/PN.Jkt.Brt, dalam putusan tingkat pertama
tersebut terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan,
bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan penipuan
dengan sarana Transaksi Elektronik dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Penipuan tersebut dilakukan dengan cara tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan mengenai investasi yang mengakibatkan kerugian
konsumen. Perbuatan terdakwa tersebut, diancam pidana sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP
Terdakwa
dihukum dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan dijatuhkan
pula pidana denda sebesar Rp 500 ribu dengan ketentuan apabila denda
tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan
kurungan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan:
Referensi:
-
Danrivanto Budhijanto, "UU ITE Produk Hukum Monumental", diakses pada 21 Agustus 2018, pukul 15.25 WIB;
-
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991;
-
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 25 September 2018 pukul 11.37 WIB.
[1] Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
No comments:
Post a Comment