Saat ini telah hadir dua
televisi yang mengkhususkan diri pada siaran berita dan matari-materi yang
bersifat informatif. Mereka memiliki arti tersendiri di dunia pertelevisian di
Indonesia di tengah sorotan rendahnya kualitas acara-acara hiburan yang
ditayangkan oleh stasiun televisi yang berbasis pada siaran hiburan.
Pelopor televisi berita di Indonesia, Metro TV, telah menghasilkan sejumlah inovasi yang belum dilakukan stasiun televisi lainnya. Di antaranya adalah Metro TV tak mau terjebak dalam kubangan selera pasar rendahan. Sebagai gantinya, televisi ini berusaha membentuk selera masyarakat dengan produk-produk siaran yang berkualitas.
Tak mengherankan jika dari
stasiun televisi ini lahir acara-acara seperti Kick Andy, Metro Realitas,
DemoCrazy, dan Sentilan Sentilun. Dari sudut pandang televisi hiburan, mungkin
acara-acara semacam itu kurang komersial, tapi ternyata dengan cara seperti ini
Metro TV dapat berkembang dengan pesat.
Selain itu ketika terjadi gempa dan tsunami di Aceh, Metro TV berhasil menggalang solidaritas masyarakat lewat pemberitaan tentang bencana tersebut. Metro TV juga berhasil mengumpulkan dana sumbangan dari masyarakat puluhan milyar rupiah dalam waktu yang relatif singkat.
Selain itu ketika terjadi gempa dan tsunami di Aceh, Metro TV berhasil menggalang solidaritas masyarakat lewat pemberitaan tentang bencana tersebut. Metro TV juga berhasil mengumpulkan dana sumbangan dari masyarakat puluhan milyar rupiah dalam waktu yang relatif singkat.
Keberhasilan Metro TV ini dikuntit oleh TV One yang mengakuisisi televisi hiburan Lativi. Seperti halnya pendahulunya, TV One juga berhasil mendapatkan perhatian khalayak luas dengan berbagai tayangan yang lebih berorientasi pada materi-materi informatif. Acara-acaranya seperti Selamat Malam Indonesia cukup popular di kalangan khalayak. Bahkan ketika melakukan penggalangan bantuan masyarakat untuk korban bencana alam Merapi dan P. Mentawai, pencapaian TV One berhasil melampaui Metro TV.
Namun kedua televisi berita itu sering terganggu oleh kepentingan para pemilik/pimpinannya. Metro TV seringkali terlalu overexposed meliput kegiatan-kegiatan politik pemiliknya Surya Paloh. Kalau dulu dengan Golkarnya, sekarang ini dengan Nasional Demokratnya.
Tentu hal tersebut bisa mengganggu citra Metro TV sebagai televisi yang independan. Sulit dibendung munculnya spekulasi bahwa banyak acara Metro TV yang didesain untuk mendukung ambisi politik Surya Paloh. Sehingga sulit untuk mencegah orang berpikir berita-berita Metro TV mungkin tidak netral lagi.
Sementara TV One direcoki dengan kecenderungan pimpinan televisi tersebut, Karni Ilyas, untuk terlibat terlalu jauh ke dalam produksi suatu acara baik sebagai presenter/moderator (Jakarta Lawyers Club dan Editor Club) maupun sebagai narator (Bang One).
Biasanya seorang pimpinan hanya bertugas untuk merumuskan kebijakan dan melakukan pengawasan saja. Namun Karni Ilyas tampaknya tak puas sampai di situ saja. Masalahnya, dia tak memiliki kualifikasi sebagai presenter/moderator/narrator. Biasanya untuk menjadi presenter disyaratkan bicaranya harus lancar, suaranya enak didengar, dan wajahnya camera face. Persyaratan ini tak bisa dipenuhi Karni Ilyas karena bicaranya lambat dan terbata-bata, suaranya berat dengan artikulasi yang sering tak jelas, dan sama sekali tak camera fase.
Tak jelas apa pertimbangan Karny Ilyas dimunculkan dalam sejumlah acara talkshow. Apakah ini karena kompetensinya yang dianggap mumpuni karena pernah menjadi petinggi Majalah Tempo dan SCTV. Kalau benar ini yang menjadi pertimbangan, kasihan para presenternya karena itu berarti mereka masih dianggap tidak mampu.
No comments:
Post a Comment