Kolonialisme yang dilakukan Belanda
bersifat non-asimilasi. Artinya, orang Belanda tidak mau banyak terlibat langsung
dengan pribumi. Bandingkan dengan kolonialisme Portugis, Orang Portugis berbaur
akrab dengan pribumi. Jika melihat Timor Leste sekarang banyak warga lokal
bernama Barat.
Pemerintah Hindia Belanda (HB) membagi
kelas sosial, yaitu Belanda asli, Bangsa Arab atau Cina, Pribumi Ningrat, dan Pribumi
jelata. Tempat tinggal mereka saja beda wilayah. Bandung Utara untuk orang
Belanda dan Bandung Selatan untuk kaum pribumi. Makanya gak heran di Bandung
Utara (Dago, Cipaganti dan sebagainya) bagus-bagus bangunannya. Itu simbol
kejayaan kolonialisme Belanda di Bandung, Meneer.
Sebagai anak muda, kita perlu pemikiran kritis tentang
wilayah historis Bandung yang suka banyak dibanggakan orang-orang itu. Bukan tidak
boleh suka dengan Bandung Utara, tapi lirik jua lah Bandung Selatan. Di sana
itu letak semangat lokal pribumi.
Ada yang tau Centrum? Itu tuh, kolam renang di Jalan Belitung,
sebelah SMAN 5 Bandung Sekarang jadi
tempat makan. Di Centrum tertulis 'Verboden voor honden en inlander', artinya
telarang untuk anjing dan pribumi. What? Kita ditulis setelah nama binatang.
Itu artinya... Artikan saja sendiri. Ini sangat menyinggung kaum pribumi. Begitulah
sepenggal cerita Bandung Utara dan Bandung Selatan masa kolonial.
Lapangan sepak bola di Bandung pada masa Hindia
Belanda lagi-lagi terbagi untuk kaum pribumi dan Belanda. Kalau dulu, kaum
pribumi bermain sepak bola suka di Lapangan Tegalega dan Lapangan Ciroyom.
Lapangan sepakbola yang saat itu bergengsi digunakan oleh klub orang Belanda.
Misalnya Lapangan UNI di Karapitan,
Sidolig, dan Sparta (Siliwangi).
Klub sepakbola lokal pribumi baru ada pada 1923, bernama
BIVB (Bandoeng Indlansche Voetbal Bond). Kalau yang Belanda sudah ada sejak sebelum
itu. BIVB kemudian menghilang. Namun muncul klub sepakbola lokal lain, yaitu
PSIB & NVB. PSIB (Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung) & Nationaal
Voetbal Bond (NVB) kemudian bersatu pada 14 Maret 1933, dan lahirlah PERSIB. Klub
besar yang terdiri dari orang Belanda pada saat itu bernama VBBO (Voetbal Bond
Bandoeng en Omstreken). PERSIB yang suka berlatih di Tegallega dan Ciroyom sering
kali direndahkan oleh VBBO yang berlatih di Uni dan Sidolig. Ini bukan tentang
sepakbola semata, Bung! Ini nasionalisme! Enak saja klub sepakbola yang isinya
orang Belanda merendahkan warga Bandung. Kemudian PERSIB dan VBBO bersaing.
Persaingan ini dimenangkan oleh... PERSIB! PERSIB dapat membuktikan bahwa
mereka lebih baik. Akhirnya, lapangan-lapangan sepakbola yang biasa dipakai
oleh orang-orang Belanda, seperti Uni dan Sidolig, dapat pula dipakai oleh
PERSIB.
Demikian cerita nasionalisme pemuda Bandung pada masa
kolonial yang dimanifestasikan melalui sepakbola. Anak muda Bandung sekarang harus
lebih keren.
No comments:
Post a Comment