Saturday, December 25, 2010

Buried, Sebuah Film Tentang Ketakutan Terbesar Manusia


Buried bukanlah film yang tepat jika anda mencari film ringan bersifat eskapis semata. Tetapi jika anda tertarik pada film yang dibuat dengan gigih dan tidak biasa, maka film yang bercerita tentang orang yang terkurung di peti mati ini adalah pilihan yang tepat.
Ryan Reynolds menyuguhkan penampilan impresif bermain solo dan berada dalam posisi yang tidak mengenakkan. "Membawa" sebuah film sendirian adalah tantangan yang berat bagi seorang aktor. Lebih sulit lagi jika sang aktor, secara literal, hanya mendapat ruang yang amat terbatas. Juga sangat tidak mudah bagi seorang aktor untuk selalu disorot secara close-up sepanjang film. Reynolds mampu melakukan itu semua dengan sempurna.
Dia bermain sebagai Paul Conroy, seorang kontraktor swasta yang bekerja sebagai sopir truk di Irak. Film dibuka dengan Paul yang terbangun dan mendapati dirinya berada di bawah tanah, terperangkap dalam sebuah peti mati dan hanya berbekal ponsel serta korek api Zippo. Dia lantas menyadari hanya punya 90 menit sebelum kehabisan oksigen.

Ponsel menjadi harapan hidupnya. Tetapi ketika dia menelpon, dia hanya tersambung dengan voice mail, petugas kantor dan birokrat rendahan yang hanya menghabiskan waktunya. Momen saat Paul menelpon ibunya amat emosional.

Sutradara Rodrigo Cortex amat piawai menghadirkan rasa takut akibat terkurung. Penonton bisa merasakan ikut terperangkap sehingga jika anda menderita claustrophobia, berhati-hatilah saat menonton.

Buried adalah sebuah thriller kuat yang berbalut teror, walaupun logika kadang dipinggirkan. Contoh, ponsel Paul yang secara konstan mendapat sinyal bagus walaupun dia terkubur hampir 2 meter di dalam tanah.

Buried bermain-main dengan situasi yang menjadi ketakutan terbesar manusia, situasi yang tidak ingin kita hadapi selama kita masih hidup.

Sutradara : Rodrigo Cortés
Skenario : Chris Sparling
Pemain : Ryan Reynolds, José Luis García Pérez, Robert Paterson

Buried, Eksplorasi Mengesankan dari dalam Peti Mati

Buried (2010)
Sutradara: Rodrigo Cortez
Produser: Adrian Guerra / Peter Safran / Samuel Hadida
Penulis Naskah: Chris Sparling
Pemain: Ryan Reynolds
Ilustrasi Musik: Victor Reyes
Penata Kamera: Eduard Grau
Editing: Rodrigo Cortez
Studio: The Safran Company / Versus Entertainment / Dark Trick Films
Distributor: Lionsgate
Durasi: 94 menit
Bujet: kurang dari $2 juta

Paul Conroy (Reynolds) mendapati dirinya terikat dan dikubur hidup-hidup dalam sebuah peti mati. Ia panik menjerit minta tolong dan berusaha sekuatnya untuk keluar dari peti namun usahanya sia-sia. Tak lama ia menyadari sebuah handphone berada di dekatnya. Dengan hanya bermodal sebuah handphone isi baterai bersisa separuh, Paul berusaha menghubungi orang-orang yang ia yakini bisa menolongnya keluar dari mimpi buruk ini.
Film dengan setting minim memang bukan hal baru. Tercatat sineas thriller kawakan Alfred Hitcock gemar menggunakan setting dalam ruang yang terbatas, seperti Rear Window, The Rope, Dial M for Murder, hingga Lifeboat. Lifeboat tercatat merupakan setting yang paling minim yakni hanya dalam satu sekoci penyelamat. Belum lama lalu film produksi Jerman, Lebanon (2009) mengambil setting interior sebuah tank. Namun Buried sejauh ini tercatat adalah film yang menggunakan setting paling sempit (minim), yakni dalam sebuah peti mati. Mata kamera sama sekali tak pernah beranjak menyorot ruang dalam peti mati.

Apa yang bisa ditawarkan dari setting begitu sempit dan terbatas ternyata melebihi yang kita bayangkan. Setting cerita pasca invasi Irak serta motif tebusan teroris membuat segalanya menjadi memungkinkan. Handphone menjadi satu-satunya alat yang ampuh untuk mengembangkan cerita. Dari awal hingga akhir unsur ketegangan cerita berjalan semakin meningkat tanpa memaksa sedikit pun. Hanya solusi cerita dirasa terlalu mudah, kurang setimpal dengan semua usaha yang telah dilakukan oleh Paul. Apa mau dikata, apa lagi yang bisa kita lakukan jika kita dikubur hidup-hidup? Sungguh-sungguh sebuah mimpi buruk.

Apa yang diinginkan sineas adalah penonton benar-benar merasakan seperti apa rasanya jika kita dikubur hidup-hidup. Rasa frustasi dan takut tak hanya dialami oleh Paul namun juga oleh kita. Unsur realistik juga dibangun melalui tata cahaya natural yang “hanya” menggunakan alat penerangan yang dimiliki Paul yakni, pemantik api, lampu handphone, serta lampu senter (sepertiga akhir cerita). Terakhir, separuh kekuatan filmnya jelas adalah akting menawan Ryan Reynolds yang memberikan segalanya untuk perannya ini. Rasa frustasi, takut, gelisah, optimis, serta penuh harap membaur seluruhnya dalam wajah Paul yang nyaris di-close up sepanjang film. Permainan sudut kamera adalah satu hal yang mampu membuat penonton tidak bosan sekalipun setting-nya hanya itu-itu saja.

Buried dari satu sisi tidaklah menuturkan cerita namun adalah sebuah perjalanan sinematik yang meruntuhkan kelaziman film-film masa kini. Boleh jadi idenya bukanlah hal yang baru namun keberanian untuk mengangkat kisah film ini mampu mengingatkan jika medium film masih bisa dieksplorasi lebih jauh tanpa teknologi canggih masa kini. Hitchcock bisa jadi iri dengan pencapaian film ini namun jika ia masih hidup rasanya ia bisa berbuat lebih baik. Seperti halnya film-film Hitchcock, Buried dengan berjalannya waktu akan semakin banyak dikenang para pecinta film. Buried memang bukanlah film istimewa namun kelak merupakan salah satu film penting bagi sejarah perkembangan sinema modern. Coba setting apa lagi yang lebih sempit dari peti mati? 


Kenapa bagus? Yuk Mari Dibahas.

1.
Menurut saya, film Buried ini lebih dari sekedar usaha Paul Conroy menyelamatkan dirinya keluar dari peti mati. Selama Conroy berusaha keluar, ia menelpon banyak orang, dari 911, FBI, perusahaannya, penyanderanya, Dan Brenner, Alan Davenport, keluarganya, kedubes, dan beberapa lainnya. Dari percakapan Conroy, saya bisa menangkap bahwa Conroy hanya seorang supir truk, nekat pergi ke Irak karena tidak punya uang untuk menghidupi keluarganya. Conroy adalah orang miskin dan tidak terkenal.

Conroy hanya meminta tolong untuk diselamatkan, tapi bisa kita lihat bagaimana rumitnya birokrasi yang harus dihadapi oleh Conroy ketika menelpon sana-sini. Ketika ia mulai frustasi dan gelisah saat menelpon Dan Brenner (wakil dari organisasi yang menangani kasus seperti ini), Dan mengatakan untuk menenangkan Conroy bahwa 3 minggu lalu mereka menyelamatkan Mark White, seorang pemuda yang juga terkubur seperti Conroy, dan sekarang Mark White sudah selamat.

Pada akhir film, kita mengetahui bahwa ternyata Mark White belum selamat, karena para penyandera membimbing Dan dan tim ke kuburan Mark White, bukan Conroy. Singkatnya, Dan Brenner berbohong. Mereka belum pernah sukses menyelamatkan seseorang.

Conroy sudah merasa bahwa ia tidak dianggap, tidak berarti, bukan siapa-siapa, karena itu menurut Conroy pihak yang berwajib pun tidak sebegitu gencarnya mencoba menyelamatkan Conroy. Belum lagi pihak perusahaan Conroy yang tidak bertanggungjawab akan keselamatan Conroy dan keluarganya dengan memecat Conroy atas segala macam tuduhan.

Tapi Conroy tetap berharap dapat selamat mengingat keberhasilan kasus Mark White. Tapi mirisnya itupun hanya kebohongan yang diucapkan Dan. Harapan palsu.

Conroy mencerminkan rakyat kecil yang tidak dipandang oleh para penguasa. Tidak ada yang peduli bagaimana nasib mereka karena mereka bukan siapa-siapa dan tidak berarti, setidaknya, buat diri para penguasa itu.

2.
Ketika melihat video rekaman Pamela Lutti yang dibunuh, Conroy mencoba bunuh diri. Namun ketika mengingat suara anaknya, ia berhenti dan terus mencoba keluar dari peti. Conroy mempunyai keluarga dan ia mau berjuang untuk mereka, tapi orang-orang di sekelilingnya seakan tidak peduli.

Satu adegan yang bikin saya nyaris nangis, yaitu ketika Conroy memberikan warisannya kepada istri dan anaknya, Shane Conroy. Conroy tidak punya apa-apa untuk Shane, dia hanya mempunyai pakaian. Serius saya sedih nontonnya. Sebegitu miskinnya si supir truk ini. Cuma saya tahan-tahan aja ini air mata, abisnya... malu.

3.
Berulang kali Conroy berkata bahwa 'I am American! I am American!'. Ini, buat saya, menunjukan bagaimana Conroy meminta perlindungan kepada negaranya, karena menurut saya negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya di manapun mereka berada. Sayangnya, tanggung jawab yang satu ini sudah agak terlupakan nampaknya akhir-akhir ini.

Itu adalah beberapa hal yang saya tangkap dari Buried. Hanya segitu yang bisa saya rangkum tapi entah kenapa film Buried ini sangat menyentuh buat saya. Masih kepikiran dan terus membayangkan adegan-adegan di Buried sampai saat ini.

Ngomong-ngomong, saya ga berani bahas tentang Irak - Amerika karena saya kurang mengerti tentang politik di antara keduanya. Tapi entah kenapa, saya agak yakin kalo Buried ini juga 'menyentil' tentang hubungan dua negara tersebut, cuma saya ga ngerti dari sisi apanya. Lewat adegan rekaman penyanderaan yang Conroy buat, kah? Ada yang punya pendapat sama? Atau saya terlalu sok tahu? HEHE.

Dan juga soal budget minim, memang film Buried ini ber-budget minim, kurang dari 2 juta dollar. Tapi terus memang kenapa dengan budget minim? Saya sendiri ga ambil pusing. Justru hebat dengan budget minim mereka bisa menampilkan film sebegini menyentuhnya dan tentunya kreatif. Satu setting dan satu pemain, itu ide yang luar biasa dan berbeda buat saya.

Film ber-budget murah belum tentu murahan, kata temen saya si Atha. Ide dan kreatifitas itu ga bisa dibatasi oleh budget. Contoh, Rumah Dara itu ber-budget minim, tapi lihat hasilnya? Mereka berani menyentuh genre thriller dan hasilnya mengagumkan, bukaaaan? ;)

Saya bukan movie-freak yang sangat paham soal film, tapi saya cukup mengerti akan satu hal, yaitu film yang bagus bukan berarti mempunyai happy-ending. Film (atau karya seni) yang bagus itu dapat mengubah pola pikir para penikmatnya dan turut menarik masuk mereka ke dalam alur/kisah/pesan yang disampaikan.

Begitu yang saya tahu. Sekian tentang Buried, saya pamit mau chatting dulu. Dadah. *lambai-lambai*
:))

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter