Jika pada 7 Juni 2011 lalu Matahari mengeluarkan semburan lidah-lidah apinya, maka sesuatu hal serupa yang pernah dilakukan sebelumnya akan terjadi lagi.
Badai Matahari akan menerjang bumi 18 jam setelah letusan matahari dengan kekuatan luarbiasa.
Ketika sekelompok awan bermuatan partikel yang disebut Coronal Mass Ejection (CME) menghantam Bumi, jaringan listrik di Bumi akan mengalami gangguan di seluruh dunia.
Seluruh perangkat elektronik akan dihancurkan. Sistem penerangan tidak kita peroleh.
Makanan pun akan rusak/basi, sehingga jika perusahaan makanan tak menyiasati resiko ini maka akan mengalami kerugian besar sebab sistem transportasipun akan ditutup. Untuk beberapa minggu, generator cadangan yang ada pada pembangkit tenaga nuklir akan turun.
Beberapa kebocoran akan terjadi. Meskipun CME bisa menyerang kapan saja, mereka berkorelasi erat ke puncak tertinggi dalam 11 tahun (siklus sunspot). Dan siklus yang sekarang akan mencapai puncaknya pada bulan Juli 2013.
CME terkuat yang tercatat dalam sejarah terjadinya puncak siklus matahari, mirip dengan paparan salah satu ilmuwan yang memprediksikan pada tahun 2013.
Carrington Event, menyebutkan pada tahun 1859 muatan listrik di AS operator telegraf terganggu dan mesin pengaturnya terbakar. Sebuah CME pada tahun 1921 radio di seluruh Pantai Timur dan operasi telepon di sebagian besar Eropa mengalami gangguan.
Sebagai contoh, sebulan sebelum pabrik Fukushima di Jepang ditutup pada bulan Maret 1921, Foundation for Resilient Societie (komite perindustrian), mengajukan petisi ke U.S. Nuclear Regulatory Commission (Komisi Pengaturan Nuklir AS) agar merekomendasikan sistem cadangan pembangkit nuklir darurat.
Petisi itu mengklaim bahwa badai matahari yang parah akan jauh lebih buruk daripada gempa 9,0 skala richter dan bisa meninggalkan sekitar dua pertiga dari pembangkit nuklir negara itu tanpa listrik selama satu sampai dua tahun.
Jika dunia akan mencegah gelombang dari CME, itu akan sangat mahal. Maka dengan peringatan yang cukup tentunya bukan beberapa jam sebelumnya.
Sehingga perusahaan listrik bisa menutup transformator secara keseluruhan, dan mengubahnya kembali setelah badai Matahari berlalu. Sebab, mematikan jaringan listrik pada skala besar akan memakan biaya hingga miliaran.
Oktober 2010 lalu, para ilmuwan NASA meluncurkan Solar Shield Program yang berfungsi untuk memantau dan memprediksi letusan solar flare (badai matahari). Sistem ini menggunakan sebuah satelit yang diluncurkan pada tahun 1997 dan dirancang untuk jangka waktu lima tahun.
Dalam hal ini, tidak ada satupun negara lain yang memiliki sesuatu hal serupa, ataupun sebagai innovasinya.
Thomas Popik, penulis petisi NRC (Nuclear Regulatory Commission), mengatakan bahwa badai matahari besar akan terjadi, oleh karena itu perlu adanya membangun perlindungan terhadap 100-tahun badai matahari.
Photos By NASA
Let's Share Knowledge... Lebih Baik Hidup Dengan Banyak Warna, Dari Pada Hidup Dengan Satu Warna!!!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
FanPage Taste Of Knowledge
Popular Posts
-
Sejak lahir, bocah asal Cikarang ini tak punya alat kelamin. Akibatnya, kencingnya tak terkontrol. Dewa penolong baru datang setelah ia beru...
-
Sinema Wajah Indonesia, Hadirkan Konten Tayangan Yang Lebih Indonesia Program ini merupakan rangkaian produksi dan penayangan film televisi...
-
Berikut ini adalah ulasan untuk menambah kecepatan komputer kita. Untuk menambah kecepatan komputer kita bisa dilakukan dengan pemeliharaan ...
-
Hai pengguna jagad maya seluruh dunia… bagaimana perasaan kalian jika kalian lagi pada galau? Memang lagi galau, sengaja pengen galau, ingin...
-
Special Trans TV Belajar Indonesia (Trans TV) Belajar Indonesia adalah sebuah Program TV yang mengangkat cerita tentang seseorang warga neg...
No comments:
Post a Comment