Saturday, June 30, 2018

Alkisah Kemenangan Kotak Kosong Di Makassar

*_(Saat Partai Politik Takluk oleh Daulat Rakyat)_*

Oleh :
*Rudi S. Kamri*

Rakyat Makassar dengan cerdik dan gemilang telah mengukir sejarah baru di Indonesia. Untuk pertama kali dalam sejarah Pilkada di negeri ini, Calon tunggal yang diusung 10 Partai _(PDIP, PKS, PKB, PBB, PPP, PKPI, Golkar, Gerindra, Nasdem dan Hanura)_ *DIKALAHKAN SECARA SANGAT MEMALUKAN* oleh *KOTAK KOSONG* dengan prosentase suara 53%.

Meskipun ini hanya terjadi di skope lokal Pemilihan Walikota, namun rakyat Makassar sudah berani menunjukkan kepada dunia bahwa dalam Pemilihan Kepala Daerah, ketokohan figur calon jauh lebih penting dibanding partai politik pengusung. Ini juga merupakan tamparan keras terhadap arogansi elite partai politik yang lebih mementingkan pilihan calon atas dasar *MAHAR* dibandingkan dengan kekuatan figur calon yang punya kapabilitas mumpuni di mata rakyat.

Cerita perjalanan Pilkada di kota Makassar dari awal memang penuh kontroversi dan drama yang memilukan. Di awal proses ada 2 pasangan yang akan berlaga di kontestasi Pilkada 2018. Pasangan pertama adalah 'incumbent' yaitu *Mohammad Ramdhan 'Danny' Pomanto* yang maju berpasangan dengan *Indira Mulyasari Paramusti* yang maju melalui jalur Independen. Lawannya adalah  *Munafri Arifuddin* berpasangan dengan *Andi Rahmatika Dewi* yang diusung oleh koalisi gemuk 10 partai yang menguasai 43 dari 50 kursi DPRD Kota Makassar.

Di tengah proses pencalonan yang sudah sampai pada tahap akhir tiba-tiba prahara melanda pasangan *Danny - Indira*. Dia terkena kasus hukum karena dituduh memanfaatkan jabatannya dengan membuat program yang dianggap berpotensi mempengaruhi suara elektoral masyarakat. Sehingga singkat cerita pasangan *Danny - Indira* didiskualifikasi oleh KPUD Kota Makassar dalam Pilkada 2018.

Kasus ini sendiri menjadi polemik di kalangan masyarakat dan ahli hukum. Banyak ahli hukum menyatakan bahwa yang dilakukan Danny bukan suatu pelanggaran Pemilu karena program tersebut adalah program lama yang sudah disetujui DPRD Kota Makassar jauh hari sebelum tahapan pencalonan Pilkada dilakukan. Tapi pendapat ahli hukum dan perlawanan gigih Danny sia-sia, karena KPUD Kota Makassar tetap berpegang teguh keputusan MA. Banyak kalangan menilai kasus ini sangat kontroversial dan sangat bernuansa politis mengingat lawan Danny didukung partai-partai besar dalam koalisi tambun 10 partai.

Tapi partai-partai tersebut lupa, di akar rumput masyarakat Makassar, figur *Danny* sangat populer. Sehingga arogansi partai politik akhirnya dihukum rakyat dengan memenangkan kotak kosong. Ini pelajaran berharga buat partai-partai politik. Bahwa pada titik tertentu dan kondisi yang tepat waktu rakyat bisa menggeliat dan mengadakan perlawanan keras di balik bilik suara. Arogansi dan ke'pede'an partai dalam mencalonkan figur yang tidak dikehendaki rakyat akhirnya tumbang di tangan rakyat. Ape loe - ape loe ?

Selamat dan selamat untuk masyarakat Makassar. Saya mengapresiasi keberanian Anda semua. Untuk sementara waktu Kota Makassar memang harus rela dipimpin Pejabat Sementara Walikota sampai diadakannya Pilkada Serentak lagi pada 2020. Tapi keberanian masyarakat Makassar telah menjadi inspirasi bagi masyarakat lain di Indonesia agar ke depan berani melawan *KETIDAKADILAN* dan *KESEWENANG-WENANGAN* partai politik.

Masyarakat Makassar sudah menunjukkan pelajaran berharga kepada kita semua bahwa daulat tertinggi dalam demokrasi adalah *RAKYAT, BUKAN PARTAI POLITIK.*

Bravo Makassar !!!

*Salam Satu Indonesia*

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter