Saturday, February 04, 2012

HelloFest, Festival Film Dan Animasi Di Indonesia

Lintas Generasi Berkumpul Di Hellofest


JAKARTA, KOMPAS.com - Hellofest, bisa jadi bukan sekedar pagelaran penampilan kostum dan hiburan belaka. Tetapi, lebih dari itu, Hellofest sudah menjadi wadah untuk berkumpul para maniak animasi dari berbagai daerah di Indonesia. Pecinta animasi dan cosplay tak lagi terbatas usia anak-anak, tetapi remaja, hingga para orang tua pun larut dalam tokoh favorit mereka masing-masing.

Hal ini dirasakan Reicinta (17) dan Salma (15), asal Bandung. "Awalnya kami dirasa aneh karena fanatik sama anime. Tapi begitu kami join komunitas dan mengikuti acara-acara seperti Hellofest ini, jadi ketemu banyak orang seperti kami dan kepercayaan diri itu meningkat," ucap Reicinta, Sabtu (4/2/2012), di Balai Kartini, Jakarta.

Reicinta mengaku dirinya langsung percaya diri mengenakan kostum seaneh apa pun dicap orang. Pada Hellofest kali ini, Reicinta memilih karakter Madame Red dari cerita "Kuroshishuji". Dengan wig merah terang, gaun merah dengan rok mengembang, serta topi bundar ukuran besar, Reicinta mengaku tak risih dengan pakaiannya.

"Saya senang berfoto dengan orang dan mereka juga senang melihat kostum ini," ujarnya.

Dikatakan Reicinta, awal mula perkenalannya dengan cosplay dimulai dari kesukaannya akan anime asal Jepang sedari sekolah dasar. Berlanjut dewasa, Reicinta sempat dua tahun sama sekali tidak menyentuh dunia anime.

"Orang tua nggak suka karena saya jadi kelihatan aneh," ujarnya. Namun, dengan argumen kuat, Reicinta akhirnya bisa kembali ke dunia yang selalu dicintainya.

Kecintaan akan animasi juga dirasakan Reza (11), juga asal Bandung. Reza yang menarik perhatian para pengunjung dengan kostum Gara dari karakter cerita "Naruto" ini, mengaku awalnya canggung berkostum lain dari yang lain. Tetapi, karena semakin lama berkenalan dengan orang-orang dengan kecintaan yang sama dengannya membuat bocah ini percaya diri. "Awalnya malu tapi lihat orang-orang jadi suka," paparnya polos.

Sang bunda, Astuti, juga mendukung penuh kegiatan anaknya ini. Di kala orang tua lain melarang anaknya menonton kartun terlalu sering, Astuti justru bertindak lain. "Saya mendukung Reza untuk ikut seperti ini karena saya enggak mau anak saya malah kena hal-hal negatif di luar. Mending dia di rumah saja, nonton kartun nggak apa-apa," tuturnya.

Jika Reza melakukan cosplay, Astuti mengaku selalu turut serta. Bahkan, Astuti menjahit kostum anaknya sendiri. "Saya jahit semuanya sendiri enggak apa-apa," kata Astuti.

Astuti mengatakan ada manfaat yang dipetik semenjak anaknya ikut cosplay. "Anak saya dulunya pemalu. Tapi sekarang dia sudah percaya diri kalau harus tampil di depan umum," imbuhnya.

Usia bukan penghalang Pecinta animasi ternyata bukan hanya anak-anak dan remaja. Kesukaan terhadap tokoh-tokoh fiksi juga menular pada kelompok orang tua. Namun, tokoh-tokoh virtual yang disukainya memang menunjukkan usia masing-masing.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, di booth Star Wars, sekelompok bapak-bakap justru tampak asyik berpose dengan gaya karakter film fiksi itu. Di sudut lain tempat Hellofest berlangsung, ada pula seorang perempuan berusia 30-an tahun tampil percaya diri memakai kostum seksi dan turut serta dalam perlombaan cosplay.

Kegemaran terhadap animasi ternyata tidak hanya dirasakan golongan. Selama itu menghibur, siapa pun pasti menyukainya.

Source : Kompas.Com

HelloFest Rangsang KostuMasa Lokal


Pegiat KostuMasa di HelloFest 8 Anima Expo tak melulu memilih tokoh anime, manga, maupun tokusatsu sebagai karakter yang mereka pilih untuk beraksi di pesta costume player (cosplay) tahunan yang digelar oleh HelloMotion. Tokoh-tokoh lokal pun mendapat tempat di sini.

"KostuMasa kita memang masih terpengaruh budaya Jepang, tapi di HelloFest ini kami merangsang agar KostuMasa lokal juga berkembang," ujar Founder HelloMotion, Wahyu Aditya dalam wawancara di Balai Kartini.

Dengan tempat khusus, KostuMasa lokal pun juga dikompetisi dalam kategori khusus. "KostuMasa lokal terbaik akan mendapatkan Indonesia Banget Award, harapan kami mereka biss mempopulerkan karya mereka sendiri," jelas Wahyu.

Source : Kompas.Com

Animator Indonesia Jangan Cuma Jadi "Tukang Jahit"

Festival film dan animasi HelloFest, yang rutin diselenggarakan setiap tahun, tahun ini masuk ke tahun ke-8. Pada 4 Februari lalu, HelloFest8 digelar dan bisa dibilang sukses dengan jumlah pengunjung yang mencapai 20 ribu orang.

Dari sekian banyak rangkaian acara di HelloFest, yang paling dinanti adalah film animasi.

Menurut Wahyu Aditya, pendiri sekolah animasi dan kreatif Hello Motion Academy, respon publik dan jumlah pengirim karya ke HelloFest terus mengalami kenaikan. Kualitas dari karya animasi yang dikirim juga semakin serius mendekati para profesional.

"Ini menandakan tingginya antusiasme para kreator generasi muda," tutur pria yang akrab disapa Wadit, di Jakarta.

Ia mengatakan, tujuan utama dari HelloFest adalah mewadahi karya-karya kreatif dan inovatif serta mengekspos budaya populer di Indonesia. Dan tidak menutup kemungkinan, dari ajang-ajang semacam ini, finalis atau pemenang berkeinginan untuk menjalankan bisnis kreatif di bidang animasi.

Animasi kini tidak dianggap sebagai hiburan untuk anak-anak, namun sudah dipandang sebagai bisnis yang dibutuhkan oleh banyak sektor industri, terutama industri kreatif.

Ide, merupakan modal utama dari industri kreatif. Dalam konteks bisnis animasi ataupun video, ide-ide itu tentu ditunjang dengan peralatan teknologi. Menurut Wadit, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan teknologi kini semakin terjangkau.

"Tidak ada alasan untuk tidak berkarya," tegas Wadit.

Fred Deakin, animator sekaligus pakar budaya popular asal London, Inggris yang turut hadir pada HelloFest8, pun menyatakan kekagumannya atas karya-karya animasi Indonesia. Menurutnya, karya animasi Indonesia punya kualitas yang hampir sama dengan animasi dari luar negeri. Hanya saja, belum banyak dieskpos, sehingga kurang mendapat apresiasi dari masyarakat.

Strategi pemasaran inilah yang dirasa belum banyak dilakukan animator-animator tanah air. Karena itu, seorang animator seyogyanya cerdas dalam membaca dan mengenali pasar, lalu berani pula memasukkan diri dan memperkenalkan karyanya ke pasar.

Beberapa waktu lalu, Wadit sempat mengatakan bahwa ada dua "dunia" animasi di Indonesia, yakni jasa dan membuat konten sendiri. Untuk jasa, animator hanya menjadi tukang 'jahit' saja. Sementara untuk bisa membuat konten sendiri, ternyata animator Indonesia juga belum banyak yang melakukan.

"Ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua. Seharusnya pekerjaan animator ini bisa mendapatkan pendapatan pasif, bukan dibeli putus," kata Wadit.

Ia menambahkan, sepak terjang para animator lokal yang ingin serius menjalankan bisnis kreatif, harus mendapat dukungan yang konsisten dari pemerintah dan stasiun televisi yang bersedia menjadi wadah sosialisasi karya animator lokal.

Source : Kompas.Com

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter