Thursday, April 07, 2011

Kalau Pajak Dikorup, Apa Kata Wajib Pajak?

ANDA pegawai kantoran seperti kami? Berarti minggu-minggu kemarin juga punya kesibukan tambahan: mengisi SPT pajak penghasilan tahunan, menyerahkan ke drop box yang ada di mal atau datang langsung ke kantor pajak.

Dibanding tahun-tahun sebelumnya, sekarang wajib pajak relatif lebih peduli pada “apa kata dunia”. Mungkin baru sekarang ada antrean panjang wajib pajak yang akan menyerahkan laporan. Apalagi sekarang hampir semua perusahaan besar, termasuk Tabloid Bintang, juga sudah mewajibkan seluruh karyawannya memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak).

Jadi diam-diam Anda semua pemegang NPWP dan karyawan tabloid ini ikut membangun jembatan dan jalan-jalan, hehe. Kan katanya pajak yang kita bayar untuk membangun jembatan, jalan, dan berbagai fasilitas umum lainnya.

Kesadaran membayar pajak tumbuh menggembirakan seiring gencarnya Ditjen Pajak beriklan dengan tagline “apa kata dunia?” Kalimat ini populer lewat film Naga Bonar karya almarhum Asrul Sani pada tahun ‘80-an.

Tapi, ternyata oh ternyata, kenyataan belum semanis iklannya. Saat kita sibuk dengan itikad baik memenuhi kewajiban membayar pajak, muncul berita petugas pajak jadi markus (makelar kasus) dan memiliki rekening dengan jumlah tabungan mengejutkan.

Sebelum berita pegawai pajak bernama Gayus Tambunan itu menyita perhatian seluruh negeri, TV dan koran juga ramai memberitakan mantan petinggi pajak yang kekayaannya sangat besar. Setelah diteliti konon harta berlimpah itu didapatkan dari hibah alias pemberian. Wah enak banget, ya sudah jadi pejabat tinggi, eh masih dapat hibah yang nilainya miliaran lagi. Begitu mungkin komentar Anda.

Soal harta dari hibah, ini juga isu menarik di lingkungan kantor kami. Melihat ada teman serius dan bingung tanya sana-sini saat mengisi SPT, ada yang nyeletuk, “Jangan lupa tuh hibah dari saya dimasukin ke daftar kekayaan kamu.” Padahal, Anda tahu, yang dihibahkan hanya spidol sama tape recorder, itu pun milik kantor.

Terungkapnya makelar kasus yang melibatkan pegawai pajak yang diungkap mantan Kabareskim Susno Duadji, sedikit banyak pasti berpengaruh pada ketulusan dan semangat kita membayar pajak. Kecurigaan pajak yang kita bayarkan tak sampai ke negara, kembali muncul.

Para Facebooker yang berkali-kali sukses menggalang dukungan publik, pun segera bereaksi dengan seruan boikot membayar pajak. Tentu saja selama masih ada oknum pegawai pajak nakal dan korup. Memang betul, kalau kita tidak mau membayar pajak, apa kata dunia? Tapi kalau pegawai pajak menilap duit wajib pajak, tak perlu kan kita bertanya-tanya, apa kata dunia?

Wajib pajak yang kecewa dan kehilangan kepercayaan, pasti tak cukup puas hanya dibujuk dengan iklan “apa kata dunia”. Selain gencar beriklan di TV, Ditjen Pajak harus lebih dulu gencar berkampanye pada petugasnya agar tidak bermain-main dengan setoran pajak dari rakyat. Menaikkan gaji terbukti tak efektif mencegah korupsi. Terus cara apa lagi? Dunia, apa katamu?

Tapi apa pun kata berita, kewajiban membayar pajak harus tetap kita lakukan. Mau dikorup atau dipakai membangun jembatan, yang penting kewajiban sudah kita tunaikan. Toh penjelasannya sudah ada, yang korup itu oknum. Kayaknya lebih enak jadi rakyat yang patuh daripada pejabat korup. Atau Anda tidak sependapat?

(yb/gur)

Source News : Tabloid Bintang

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter