Tuesday, May 03, 2011

Program Televisi Pilihan - Sinema Wajah Indonesia, Kacamata, MasterChef Indonesia, Dan Hitam Putih

Sinema Wajah Indonesia, Hadirkan Konten Tayangan Yang Lebih Indonesia

Program ini merupakan rangkaian produksi dan penayangan film televisi (FTV) yang mengangkat nilai-nilai budaya, sosial, sekaligus kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia.
Untuk menghadirkan kualitas tontonan bioskop ke televisi, penggarapan Sinema Wajah Indonesia melibatkan beberapa sineas kawakan. Di antaranya Aswendo Atmowiloto, Putu Wijaya, Taufik Damaring Tahir, dan Armantono. SCTV juga menggandeng H.Deddy Mizwar.
“Dengan Sinema Wajah Indonesia, kami ingin mendobrak gaya tayangan televisi selama ini dengan warna konten tayangan yang lebih meng-Indonesia. Warna baru ini terbukti bisa diterima dan disukai pemirsa, sekaligus menjadi trend setter baru,” ujar Harsiwi Achmad, Direktur Program dan Produksi SCTV.
H. Deddy Mizwar menjelaskan, dari segi penggarapan, proses syuting untuk semua judul menggunakan video HD yang biasa dipakai untuk produksi film layar lebar. Pertimbangannya, adalah untuk menghasilkan gambar yang lebih berkualitas secara keseluruhan.
“Tidak hanya cerita, Sinema Wajah Indonesia 2011 juga akan menampilkan para pemain yang berkelas dan punya jaminan mutu dalam akting.
Tak heran, jika anggaran yang dikeluarkan untuk menyelesaikan setiap judul di Sinema Wajah Indonesia jauh lebih besar ketimbang FTV biasa.
“Saya tidak bisa menyebut jumlah pastinya. Tapi kalau dibanding FTV biasa, kira-kira dua kali lipatnya. Waktu penggarapannya juga dua kali lebih lama,” urai Harsiwi.

Beberapa Judul FTV Sinema Wajah Indonesia Ialah Sebagai Berikut :

1. “Badik Titipan Ayah” (Tentang Siri’ Berlatar Belakang Makassar/Sulawesi)
2. “Wagina Bicara” (Wonogiri)
3. “Papi, Mami, Dan Tukang Kebun” (Jakarta)
4. “Mahasmara” (Berlatar Belakang Kota Solo)
5. “Tak Cukup Sedih” (Bandung)
6. “Jalur Cianjur” (Cianjur)
7. “Sandal Butut” (Boyolali)
8. “Pahala Terindah” (Lombok)
9. “Wagina Bicara Lagi” (Wonogiri)
10. “Pensiunan Monyet” (Solo Pinggiran)
11. “Kalung Kiriman Ibu” (Gorontalo)
12. “Bercanda Dengan Nyawa” (Madura)
13. “Undangan Kuning” (Purwodadi)
14. “Pilihan Iman” (Jakarta)
15. “Musik Box” (Jakarta)
16. “Perkawinan Di Gubuk Kota” (Jakarta)
17. "Papi, Mami, Dan Tukang Kebun" (Jakarta)
18. "Kenun" (Pacitan)
19. "Di Jual Garis Darah" (Bone-Sinjai)

Kacamata, Menjadikan Hal-Hal Sepele Terasa Penting



Di tangan Indra Herlambang, topik sepele menjadi penting. Kontennya yang unik menjadi daya tarik utama.
Tayangan yang dikatakan Romy “tidak jelas” genrenya ini membidik hal-hal sepele yang sering kali diabaikan orang-orang. Misalnya tentang berapa banyak pedagang nasi goreng kambing memasukkan potongan daging ke dalam adukan nasi atau berapa banyak cabai (gratis) diberikan pedagang gorengan kepada pembeli, di saat cabai mengalami krisis kemarin.
“Tema-tema itu terlintas begitu saja. Lagi makan nasi goreng kambing, sering, kan bertanya-tanya, sedikit banget sih kambingnya? Dari situ idenya muncul. Kenapa tidak ditanyakan kepada pedagangnya langsung,” beber Romy.
Indra Herlambang sebagai host lantas menjalankan tugas untuk menanyakan hal-hal sepele itu kepada target. Kelebihan Indra, seperti telah diperkirakan tim perancang program sejak mengajak lajang 35 tahun itu, memiliki keceriwisan alamiah. Sehingga pertanyaan yang diajukan tidak “garing”. Susah-susah gampang membayangkan diri bertanya kepada pedagang nasi goreng kambing, tentang berapa banyak potongan daging kambing yang dimasukkan. Salah-salah bisa bete orang yang ditanyai.
“Kami sudah melihat potensi Indra yang kocak saat berkomentar. Dia juga punya pendekatan yang bagus. Ketika kami tawarkan konsepnya pun, dia langsung nyambung,” cerita Romy. “Bisa dibilang acara ini penggabungan dua inspirasi. Dari kami dan juga dia,” imbuhnya.
Kemudian adegan Indra bertanya-tanya dengan ceriwisnya itu dimaksimalkan melalui pengambilan gambar yang ekstrem. Sehingga mimik Indra yang kocak dan raut muka narasumber yang dicecar pertanyaan akan tertangkap jelas dan (diharapkan) bisa memancing senyum pemirsa.
“Kami mengandalkan wawancara dan ekspresi muka,” cetus Romy.
Nah, untuk mendapatkan kedua hal itu, Indra digambarkan Romy (terpaksa) “mengorbankan” diri duluan. “Agar yang diajak ngobrol bisa sama ekspresifnya, Indra membiarkan dirinya untuk dipermalukan lebih dulu.”
Indra membenarkan pernyataan Romy. Karena orang tidak bisa diprediksi karakternya. Terlebih mereka yang terpilih sebagai narasumber ditemukan Indra bersama tim secara acak. Tidak ada penjadwalan atau janji wawancara sebelumnya. Syukur-syukur bertemu orang yang ekspresif, tapi lebih banyak orang baru bereaksi setelah dipancing-pancing.
“Di awal-awalnya dulu lebih susah. Orang banyak yang belum tahu konsep acara ini seperti apa,” kenang Indra. Dari sanalah kebiasaan Indra mempermalukan diri lebih dulu dimulai. “Tapi makin ke sini, mereka malah berani menyuruh-menyuruhku duluan. Contohin dulu, dong! Yaaah, di sini pokoknya hancur deh imejku, hahaha.”

Syutingnya Harus Santai Dan Menyenangkan

Ya, nampaknya Kacamata dibuat apa adanya. Pada hari kami mengikuti proses syutingnya, dari permulaan sudah terlihat bagaimana simpelnya proses produksi. Mengejar narasumber untuk topik hari itu, “almanak”, tidak perlu dilakukan jauh-jauh. Orang-orang yang berada di sekitar halaman gedung Trans.Corp pun jadi.
Tim kreatif bersama Indra mengedarkan pandangan, memilah-milah dari sekian banyak orang yang berada di area itu untuk dihampiri dan diajak ngobrol.
Apakah selalu mulus dalam mendapatkan narasumber? Baik Indra maupun Romy mengaku tidak selalu. Ada juga target yang malah kabur atau narasumber yang defensif terhadap sorot kamera.
“Ada juga orang yang benar-benar tidak mau disorot atau ditanya-tanya. Atau narasumber yang omongannya standar dan bikin Indra mati gaya,” kata Romy.
Untungnya, segagal-gagalnya hasil wawancara, kemungkinan besar gambar tetap ditayangkan Kacamata. Pintar-pintarnya tim penyuntingan menjadikan gambar gagal menjadi sesuatu yang menarik. Entah itu gambar Indra mengejar-ngejar narasumber yang kabur atau memaksimalkan tampang bodoh Indra yang sedang mati gaya.
“Untungnya adalah, kami sudah menemukan personality acara ini. Personality-nya adalah “bodoh”. Jadi biarpun bodoh, gambar akan tetap ditayangkan,” Indra berironi.
Seperti kata Romy, Kacamata adalah tayangan informatif yang lebih bertujuan untuk menghibur pemirsa. Selama gambar-gambar yang dihasilkan bisa membuat orang mengembangkan senyuman, mengapa harus dibuang? “Membuat Kacamata ini, kami semua harus dalam kondisi santai dan senang. Dengan begitu ide-ide akan terus mengalir dan gambar yang didapat pun bagus. Penonton di rumah pun akan merasakan itu,” papar Romy. Yup, terasa kok “bodoh”-nya. Hehehe.

MasterChef Indonesia, Siap Lahirkan Chef Profesional



ANDA suka menonton tayangan adu masak Masterchef dan Junior Masterchef di saluran TV berbayar? RCTI akan menghadirkan versi lokalnya.
Setelah diadakan audisi terhadap 1800 peserta yang mendaftar, terpilih 30 finalis yang akan bertarung memperebutkan gelar Masterchef Indonesia. Tak hanya mencari orang yang bisa masak, finalis juga dituntut mampu menunjukkan kreativitas, inovasi, wawasan dan kecepatan dalam mengolah masakan.
Ada tiga juri yang akan membimbing, memberi tugas serta menilai masakan yang diracik kontestan. Tiga juri ini pula yang akan menentukan kontestan bertahan atau tidak. Juri terdiri dari Junior Rorimpandey, Rinrin Marinka dan Vindex Tengker. Junior Rorimpandey yang akrab disapa Juna, adalah executive chef di Jack Rabbit, restoran di jalan Rasuna Said yang sedang hip. Rinrin Marinka, celebrity chef pembawa acara Cooking in Paradise di Trans 7 dan bintang iklan bumbu masak. Sementara Vindex Tengker, dikenal sebagai executive chef hotel Four Seasons Jakarta.
Sukses melahirkan chef profesional di Amerika Serikat, Inggris dan Australia, kini giliran Indonesia.

Hitam Putih, Menggali Rahasia Terdalam Artis

PERTAMA mengetahui Deddy Corbuzier didapuk sebagai host program talk show Trans7 Hitam Putih, kami agak terkejut. Mau dibawa ke mana acara tersebut ketika seorang magician menjadi pembawa acaranya? Apa mau bermain sulap-sulapan bersama bintang tamunya?
Sebelum sempat berprasangka buruk seperti yang sempat kami lakukan, catat poin penting ini yang diutarakan sang produser, Mardhatillah.
“Deddy background-nya S2 psikologi. Sebagai mentalis, dia seorang yang peka dan sensitif, serta pintar melihat segala sesuatu sampai kepada membaca mimik si narasumber. Selain itu, kalau dia mau, dia bisa mind reading,” rinci produser.
“Jadi seorang Deddy, justru “melebihi” presenter pada umumnya. Dengan kepekaannya, dia cepat “nembak” pertanyaan yang di luar perkiraan,” imbuhnya.
Dan itulah kunci sukses sebuah program talk show. Dengan dilemparkannya pertanyaan-pertanyaan tidak biasa kepada bintang tamu, maka rahasia terdalam yang tergali dan diinformasikan kepada pemirsa pun akan tidak biasa.

Infotainment Gadungan

Kami membuktikan sendiri “keunikan” Deddy saat mengintip proses syutingnya di Studio Hanggar, Pancoran. Jadwal pengambilan gambar masih lama, tapi Deddy, sama sekali tidak terlihat melakukan pendekatan dengan sang artis. Paling-paling, seperti diceritakan Tya, Deddy hanya menyapa bintang tamu dan memberikan “peringatan”. “Bukan peringatan akan bertanya ini atau itu, tapi memperingatkan kalau nanti dia akan sangat interogatif. Jadi bintang tamu harus hati-hati,” cerita Tya.
Tidak ada yang namanya langkah pasti penuh percaya diri tipikal bintang tamu yang memasuki panggung talk show pada umumnya.
“Tatapan mata Deddy membuat bintang tamu merasa ditelanjangi,” kesan Tya.
“Jadi kalau dilihatin Deddy, (bintang tamu) pada pura-pura mengalihkan pandangan ke arah lain atau secara spontan menutup mata. Dan bisa dikatakan, momen itulah yang justru paling banyak membuat penonton tertawa. Deddy menghibur pemirsa tanpa perlu sengaja melucu,” imbuhnya.
Hitam Putih tentu tidak sekadar menjual ketakutan para bintang tamu. Hal-hal yang mengalir setelah momen itulah kekuatan nyata talk show stripping ini. Karena proses selanjutnya adalah permainan kata dari sang magician berkepala plontos.
“Ya, dia (lebih) pintar lagi di bagian ini. Betulan harus hati-hati, bintang tamu sering termakan omongannya sendiri,” ujar Tya.
Saat mulai diajak berbincang-bincang, bintang tamu biasanya mengelak kalau Deddy mulai bertanya-tanya hal yang sifatnya pribadi atau informasi yang tergolong masih dirahasiakan. “Ah, jangan dibahas di sini deh, Mas. Enggak etis,” demikian mereka rata-rata berkilah.
Tapi dengan kekuatan permainan kata dari seorang Deddy, pada akhirnya mereka sendiri yang membuka.
Wah! Saking dalamnya informasi yang tergali, mengalahkan infotainment dong? Tya hanya tertawa. “Boleh juga. Hahaha.”

Spesial Untuk Deddy Corbuzier

Saking merasa beruntungnya mendapatkan Deddy Corbuzier sebagai host untuk program talk show-nya, Tya menganggap “perjodohannya” dengan suami Kalina itu takdir.
“Kejadiannya lucu banget. Sebetulnya waktu itu kami syuting untuk sebuah talk show dengan Deddy sebagai bintang tamu. Tapi yang tampil dominan malah dia. Dari situlah ide muncul. Jauh lebih oke nih sepertinya kalau Deddy jadi host talk show,” beber Tya yang mengaku tidak buang-buang waktu untuk menyampaikan ide tersebut kepada Deddy.
“Selesai syuting, langsung kita obrolin.”Gayung bersambut. Tidak disangka, Deddy yang minim pengalaman sebagai emsi atau semacamnya, ternyata berhasrat terhadap profesi host.
“Dulu saya memang punya cita-cita pengin punya talk show. Kalau ditanya dasarnya apa, kan latar ilmu saya psikologi. Sedikit banyak tahulah tipe karakter manusia seperti apa dan juga tahu cara membuat seseorang bicara jujur,” ungkap Deddy.
“Mulai dari cara bertanya, menyecar, hingga masuk ke pola pikir mereka dan melakukan pertanyaan pengalihan agar mereka bisa ngomong terbuka, sebagai psikolog saya bisalah. Sedikit berbagi rahasia sukses, Deddy menyebutkan tip dan trik untuk menjadi penggali informasi terdalam yang baik. Seorang host, yang pasti harus dominan daripada bintang tamunya. Agar menjadi dominan, Deddy enggan mendekat-dekatkan diri dengan para bintang tamunya.
“Saya tidak punya teman artis. Saya tidak dekat dengan artis, dan saya lebih senang tidak dekat dengan artis. Apalagi setelah adanya acara ini, saya lebih tidak kepikiran. Karena bagi saya, dekat dengan mereka akan sulit bagi saya untuk dominan. Makanya sebisa mungkin, sebelum acara pun saya tidak menemui mereka. Kalau akhirnya bertemu pun, saya selalu bicara dengan mereka, mengingatkan bahwa talk show ini berbeda dengan talk show lainnya. Akan penuh dengan steroid (pertanyaan-pertanyaan provokatif Deddy sanggup memicu detak jantung lebih cepat). Seandainya nanti ada bagian yang tidak disuka, bintang tamu bisa meminta bagian itu dibuang. Itu saja,” urai Deddy.
Tapi sekali lagi, berkat kepiawaiannya, bintang tamu terlupa untuk meminta. Sekalipun sempat mencak-mencak karena tanpa sengaja membongkar rahasiannya sendiri, pada akhirnya bintang tamu hanya merasakan kelegaan dan mengikhlaskan rahasianya terungkap.
“Karena pada dasarnya, menurut keilmuan psikologi, manusia itu suka sekali berbagi rahasia. Every human being loves to share their secrets. Eh, gue mau kasih tahu lo rahasia. Itulah sebabnya ada kalimat seperti itu. Rahasia kok dibagi-bagi, bodohnya manusia. Hahaha,” Deddy menuturkan.
“Dari sekitar 30 artis, cuma satu lah yang benar-benar marah,” kenangnya geli. Konon bintang tamu tersebut sampai membakar hasil rekaman, lho. Hmmm, rahasia apa nih yang terbongkar? Hehehe.

Source : TabloidBintang.Com

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter