Monday, July 22, 2013

Magno Radio, Radio Kayu Yang Mendunia




Radio yang terbuat kayu ini bisa menangkap siaran radio dalam gelombang AM/FM sekaligus sebagai pemutar MP3. Radio Magno ini sudah menjadi pembahasan dalam majalah-majalah desain internasional bahkan sempat diperbincangkan dalam talkshow paling populer ‘Oprah Winfrey Show’.


Radio kayu bermerk Magno ini buatan anak bangsa, Singgih Kartono. Magno Radio berasal dari desa Kandangan, Jawa Tengah yang tak seberapa jauh dari gunung Sumbing. Yang ada di kepala Singgih adalah membuat produk mendukung dan memberikan keuntungan bagi masyarakat lingkungannya. Singgih bersama beberapa tukang kayu mulai membuat Magno Radio itu.


Desain Magno Radio sederhana, namun memiliki kehalusan dalam pengerjaannya, sehingga jika diletakan sejajar dengan barang-barang elektronik lainnya, malahan terlihat paling menonjol. Menurut Singgih, Magno diambil dari kata ‘magnify’, kemudian ia intepretasikan menurut pemikirannya sendiri. Jadi Magno Radio lebih dari sekedar radio, melainkan sebuah produk sederhana, kecil dan tentunya bagus yang dikerjakan kualitas pengerjaan tukang kayu kelas tinggi. Detil yang diberikan sangat halus menjadikan Magno Radio sebagai sebuah karya seni.

Untuk mendapatkan radio dengan predikat seni, maka Singgih sangat memperhatikan faktor mental pekerja-pekerjanya. Sebab dibutuhkan banyak jam kerja guna menghasilkan produk yang berkualitas tinggi. Produk ini memang lebih mendasarkan pada detil produk yang baik, bukan sekedar fungsinya saja. Tak mengherankan bila kemudian Singgih dan para pekerjanya membutuhkan waktu yang lebih panjang ketimbang usaha lainnya.

Singgih menyadari bahwa produk yang dibuatnya membutuhkan kayu dalam jumlah yang banyak. Makanya setiap kali ia membuat produk radio ini, Singgih menanam satu pohon, untuk tetap menjaga alam yang lestari. Singgih menghitung dengan 40 pegawai ia bisa menanam pohon kembali pada area seluas 1-2 hektar. Dana dari menanam kembali pohon-pohon kayu itu diambil dari sebagian uang penjualan radio ini.

Singgih memang peduli dengan kampung halamannya. Ia tidak mau menyaksikan masyarakat di kampungnya hanya mengandalkan mata pencaharian yang turun-temurun dilakukan, menggarap sawah. Memang sektor pertanian masih menjadi andalan dalam masyarakat, sayangnya kebijakan pemerintah terkadang menjadi salah kaprah. Cara pertanian instan kemudian diterapkan pada masyarakat petani tradisional.

Masyarakat di kampungnya menjadi tukang kayu sebagai tambahan penghasilan. Hal ini kemudian disadari oleh Singgih sebagai jalan untuk dapat membantu lingkungannya. Pertama banyak orang yang ahli sebagai tukang kayu, teknologi yang digunakan tidak terlalu tinggi, termasuk masalah permodalan, lalu bahan-bahan dasarnya tersedia di lingkungan mereka.

Tak banyak yang berubah dalam teknologi tukang kayu. Peralatan memang menjadi lebih mudah digunakan dengan sedikit tenaga. Namun yang paling terpenting disini adalah kemampuan si tukang itu sendiri menghasilkan produk berkualitas tinggi. Dalam pembuatan radio ini, seorang pekerja yang memiliki bakat sebagai tukang kayu bisa langsung mengerjakan pekerjaannya selama sesuai dengan kualitas yang sudah digariskan. Bahkan untuk orang yang tidak memiliki latar belakang tukang kayu atau belum pernah berhubungan dengan kayu, dapat mempelajarinya langsung. Ini jelas menjadikan kampung itu sebagai komunitas tukang kayu yang baik.

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter