KOMPAS.com - Awan kelabu dan rinai hujan tak lelah bertandang. Tepi laut penuh dengan kapal-kapal Pinisi yang berlabuh. Musim hujan di bulan Februari membuat kapal-kapal tidak bisa melaut. Hujan terus menerus, ombak tinggi, dan laut yang tak tenang. Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan, pun tampak padat dengan kapal-kapal yang merapat. Mereka berdesak-desakan sambil menunggu cuaca reda untuk kembali mengarungi lautan lepas.
Pinisi merupakan kapal tradisional suku Bugis dan suku Makassar. Kini, kapal Pinisi berfungsi sebagai kapal muatan barang. Saat saya menjelajahi Pelabuhan Paotere, beberapa pekerja sibuk memindahkan muatan dari kapal. Kapal yang kecil memuat hasil perkebunan seperti bawang merah, jagung, dan hasil bumi lainnya. Sementara kapal yang besar membawa muatan seperti batu bara, pupuk, dan semen.
Kapal-kapal membawa muatan produksi Sulawesi Selatan ke berbagai penjuru Indonesia seperti Kalimantan dan Maluku. Saat kembali, kapal ini tidak serta merta kosong. Tapi Pinisi kembali memuat hasil produksi daerah yang dikunjungi untuk dijual di Sulawesi Selatan. Aroma ikan bakar menyeruak di udara saat saya mengelilingi pelabuhan. Sebuah Pinisi yang sedang berlabuh menarik perhatian. Guratan-guratan kayu usang dan cat yang memudar, menunjukkan kapal itu sudah menempuh usia yang panjang.
"Ini kapal tertua di sini. Umurnya sudah 20 tahun lebih. Dulu ada 3 kapal yang diproduksi di tahun yang sama. Tapi tinggal yang ini," jelas Amir, awak kapal tua itu. Pinisi tua itu baru saja datang membawa batubara dari Bontang, Kalimanta. Sebelumnya, kapal memuat pupuk untuk diantar ke Bontang.
"Perlu tiga hari perjalanan ke Bontang. Kalau nggak ada muatan, 2 hari juga sampai," kata Amir. Karena cuaca buruk, ia dan teman-teman sekapal hanya bisa menunggu sampai waktu melaut kembali tiba. Kisah kejayaan kapal Pinisi di laut telah melewati ratusan tahun. Ada banyak sejarah tertulis dan cerita rakyat turun temurun di beberapa daerah di Indonesia yang menyebutkan kapal Pinisi.
Beberapa sumber sejarah menyebutkan Kapal Pinisi sudah ada sejak abad keempat belas. Ciri khas kapal Pinisi adalah layar terkembang dari dua tiang utama. Kapal legendaris ini terkenal ketangguhannya membelah lautan. Di beberapa wilayah di Indonesia terdapat perkampungan Bugis yang menetap secara turun temurun. Leluhur mereka merantau menggunakan kapal Pinisi.
Jika Anda berminat mengenal wujud kapal Pinisi, bertandanglah ke Pelabuhan Paotere. Untuk masuk areal tersebut, turis cukup membayar Rp 5.000. Selain Pelabuhan Paotere, sempatkan diri Anda berkunjung ke Tana Beru, Bulukumba. Di sini Anda bisa melihat pembuatan Kapal Pinisi, sebuah paduan keterampilan turun-temurun dengan ritual mistis nan eksotis.
Source : Kompas.Com
No comments:
Post a Comment