Monday, March 21, 2011

Seputar Antariksa - Fenomena Super Moon 19-20 Maret 2011

Peristiwa langit yang langka terjadi pada 19 Maret. Saat itu, bulan purnama akan muncul dan jaraknya pada posisi terdekat dengan bumi. Fenomena tersebut hanya terulang tiap 18 tahun sekali.

Astronom dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Thomas Djamaluddin mengatakan, pada 19 Maret 2011, bulan akan berada pada jarak terdekat dengan bumi sekaligus hampir bersamaan dengan puncak purnama.

Berdasarkan data astronomi, pada hari itu pukul 19.10 GMT atau 20 Maret pukul 02.10 WIB, jarak bulan dengan bumi 356.577 kilometer. Sejam sebelumnya, puncak purnama terjadi pada 19 Maret pukul 18.11 GMT atau 20 Maret pukul 01.11 WIB.

Dalam istilah astrologi, posisi itu dikenal sebagai super moon atau extreme super moon yang diyakini sebagian orang sebagai pertanda bencana bagi kehidupan makhluk di bumi. Namun menurut Djamaluddin, kalangan astronom tidak mengenal istilah tersebut, dan menepis ramalan bencana. "Kita harus faham perbedaan astrologi dan astronomi," katanya.

Astrologi adalah pemahaman bahwa posisi benda-benda langit berpengaruh pada nasib kehidupan manusia di bumi. Astrologi, kata peneliti senior astronomi dan astrofisika, itu bukanlah cabang sains. Sedangkan astronomi adalah cabang sains atau ilmu pengetahuan yang mempelajari gerakan dan kondisi fisik benda-benda langit.

Dia mengatakan, kejadian jarak bulan terdekat dengan bumi (perigee) adalah peristiwa bulanan, walau jaraknya bervariasi dengan periodenya rata-rata 27,3 hari. Begitu pula peristiwa bulan purnama dengan periode sekitar 29,5 hari. Karena perbedaan periode itu, kemunculan perigee yang bersamaan dengan purnama hanya bisa terjadi 18 tahun sekali.

Sejauh ini, kata dia, tidak ada bukti ilmiah yang mengaitkan extreme super moon dengan segala bencana 18 tahun lalu pada Maret 1993 atau sebelumnya. Tapi yang pasti harus diwaspadai adalah dampak menguatnya efek pasang surut di bumi terutama pada air laut ketika puncak bulan purnama dengan jarak bulan terdekat.

Bila cuaca buruk di laut dan wilayah pantai diperkuat dengan efek pasang maksimum saat perigee dan purnama, ujarnya, harus diwaspadai potensi bahaya di wilayah pantai yang mungkin saja menyebabkan banjir pasang (rob) yang lebih besar dari biasanya.

Demikian juga bila penumpukan energi di wilayah rentan gempa dan gunung meletus, efek penguatan pasang surut bulan mungkin berpotensi menjadi pemicu pelepasan energi.

Tetapi kondisi perigee bulan bersamaan dengan purnama bukan sebagai sebab utama bencana, tetapi bisa menjadi pemicu efek penguatan faktor lain. "Artinya, kalau tidak ada indikasi cuaca buruk di wilayah pantai atau tidak ada penumpukan energi di wilayah rawan gempa dan wilayah rawan gunung meletus, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan posisi perigee bulan bersamaan dengan purnama," kata Djamaluddin.

Cuaca cerah jadi syarat mutlak untuk bisa melihat fenomena lunar perigee atau disebut juga 'supermoon' yang terjadi pada Sabtu malam, 19 Maret 2011.

Tak seperti biasa, Bulan mengeluarkan cahaya yang terang, menyilaukan mata jika dilihat dalam waktu yang lama. masyarakat tak perlu panik menanggapi fenomena supermoon. "Kami bahkan tidak mengeluarkan peringatan karena ini peristiwa biasa." kata Alfian, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, Banda Aceh.

Tahun ini, Bulan hanya akan berjarak sekitar 221.567 mil atau 356.578 kilometer. Jarak paling dekat dalam kurun waktu 18 tahun. Beberapa orang menghubung-hubungkan fenomena ini dengan bencana. Adalah astrolog, Richard Nolle yang awalnya menghubung-hubungkan fenomena supermoon dengan bencana alam. Ia mengklaim supermoon akan memicu gempa bumi, gunung meletus, dan badai besar.

Salah satunya yang dipakai jadi dasar teori ini adalah fakta tsunami Aceh 2004 yang merenggut lebih dari 200 ribu nyawa terjadi dua minggu sebelum supermoon 2005. Juga gempa 9,0 SR dan tsunami di Jepang, Jumat 11 Maret 2011 yang terjadi delapan hari sebelum supermoon 2011.

Namun, teori ini dibantah Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA. Ilmuwan Goddard Space Flight Center NASA, Jim Garvin mejelaskan, supermoon terjadi saat Bulan sedikit mendekat ke Bumi daripada rata-rata. Efek ini paling terlihat saat terjadi bulan purnama. "Bulan akan terlihat lebih besar, meski perbedaan jarak dari Bumi hanya beberapa persen di banding biasanya," kata dia seperti dimuat situs Space.com.

Kata dia, efek bulan terhadap bumi telah lama menjadi subyek studi. "Efek supermoon terhadap Bumi kecil. Dan menurut studi detil para seismolog dan vulkanolog, kombinasi antara supermoon dan bulan purnama tidak mempengaruhi energi internal keseimbangan di bumi." Meski bulan berkaitan dengan kondisi pasang surut Bumi, itu tidak mampu memicu gempa besar dan mematikan.

Kekuatan justru berada di Bumi. "Bumi menyimpan energi di balik lapisan luar atau keraknya. Perbedaan daya pasang surut yang diakibatkan bulan (juga matahari) tidak cukup mendasari munculnya kekuatan besar dari dalam bumi."

No comments:

Post a Comment

FanPage Taste Of Knowledge

Popular Posts

My Twitter